Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Bagaimana Nasib Golkar Setelah Soeharto Lengser?

image-gnews
Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto dipersilahkan duduk oleh Ketua Panita Munaslub, Nurdin Halid saat kampanye calon ketua umum jelang Musyawarah Nasional Luar Biasa (munaslub) Partai Golkar di Nusa Dua, Bali, 13 Mei 2016. TEMPO/Johannes P. Christo
Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto dipersilahkan duduk oleh Ketua Panita Munaslub, Nurdin Halid saat kampanye calon ketua umum jelang Musyawarah Nasional Luar Biasa (munaslub) Partai Golkar di Nusa Dua, Bali, 13 Mei 2016. TEMPO/Johannes P. Christo
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Lengsernya Soeharto dari tampuk kekuasaan pada 1998 sempat disangka bakal menyapu Golkar, organisasi politik terbesar pendukung rezim Orde Baru.

Golkar—yang kemudian bersalin nama menjadi Partai Golkar—dianggap turut menanggung dosa-dosa Orde Baru atau Orba sehingga harus dihukum. Pada 2001, Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur bahkan mengeluarkan dekrit untuk membekukan partai berlambang pohon beringin ini.

Menurut catatan Tempo, hingga 2003, desakan untuk membubarkan Golkar masih santer terdengar lewat aksi-aksi mahasiswa. Namun, Golkar justru meraih masa keemasan menjadi pemenang Pemilu 2004 dengan perolehan suara 21,58 persen. Padahal di Pemilu 1999, atau setahun setelah Soeharto mundur, suara Golkar anjlok dari 74,51 persen menjadi 22,44 persen, menempatkannya di bawah PDI Perjuangan yang baru didirikan oleh Megawati Soekarnoputri.

Perolehan suara Golkar di Pemilu 2004 mengungguli suara PDI Perjuangan sebesar 18,53 persen dan Partai Persatuan Pembangunan dengan 10,57 persen. “Golkar sadar mereka harus adaptasi cepat dengan situasi yang berubah. Kalau tidak, mereka akan lewat,” kata Kepala Departemen Politik dan Perubahan Sosial Center for Strategic and International Studies (CSIS), Arya Fernandes kepada Tempo, Kamis, 20 Mei 2021.

Arya mengatakan Golkar berhasil beradaptasi di bawah kepemimpinan Ketua Umum Akbar Tandjung. Akbar mendesain tranformasi kepartaian dengan membuat paradigma baru Partai Golkar. Alhasil, menurut Arya, Golkar sukses memutus koneksi dengan Orde Baru yang membesarkan namanya. “Pasca-Reformasi mereka sudah selesai dengan Orde Baru,” kata Arya.

Golkar sebenarnya lahir dari ide Presiden Sukarno. Sejarawan David Reeve dalam bukunya Golkar: Sejarah yang Hilang, Akar Pemikiran dan Dinamika (2013) mengatakan Golkar adalah gagasan Sukarno. Sekitar 1955, setelah beberapa kunjungannya ke luar negeri, Sukarno mengembangkan diskursus politik yang mengusulkan untuk ‘mengubur partai-partai’. Sukarno mengusulkan untuk menggantikan partai-partai tersebut dengan Golkar, atau yang pada saat itu dikenal sebagai ‘golongan fungsionil’.

Konsepnya ialah adanya perwakilan golongan-golongan dalam masyarakat, misalnya golongan petani—terlepas dari apa pun ideologi (nasionalis, agama, komunis) ataupun sukunya. Idenya, dalam pemilihan umum, rakyat akan memilih kandidat yang mewakili golongan mereka.

Masih menurut David Reeve, Angkatan Darat kemudian merebut gagasan ini dari Sukarno. Pada akhir 1959, Angkatan Darat lebih dulu membentuk berbagai organisasi Golkar, sedangkan Presiden Sukarno belum membentuk satu pun. Sejak 1960-1965, Angkatan Darat terus mengembangkan organisasi-organisasi jenis Golkar. Namun tujuannya lebih sebagai senjata melawan Partai Komunis Indonesia ketimbang sebagai bentuk perwakilan.

Pada 1964, berbagai organisasi kekaryaan disatukan ke dalam Sekber Golkar. Tiga tahun kemudian, Soeharto mengambil alih Sekber Golkar. Kepemimpinan lama disingkirkan dan diganti dengan orang-orang Orde Baru. Inilah saat Golkar di-Orde Baru-kan. Empat tahun berselang di Pemilu 1971, Golkar meraih kemenangan besar dengan perolehan suara 62,8 persen.

Kepala Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Firman Noor, mengatakan besarnya Golkar di era Orde Baru disokong sejumlah faktor. Mulai dari pendanaan, ketokohan, struktur, dukungan tentara, hingga pencitraan buruk kepada partai-partai lain. Ia mengatakan, dualisme kepemimpinan PDI oleh Soerjadi dan Megawati Soekarnoputri yang berujung pada peristiwa Kerusuhan 27 Juli 1996 adalah contoh jelas bagaimana Orde Baru ‘menyetir’ partai selain Golkar.

“Ada pelemahan partai, narasi pembangunan yang didengungkan, hingga dipakainya perangkat birokrat sampai ke level hansip untuk memenangkan Golkar,” kata Firman kepada Tempo, Kamis, 20 Mei 2021.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Firman mengatakan Golkar sebenarnya lahir sebagai gagasan ‘antipartai’. Namun kenyataannya Golkar menjadi sebuah partai. Bukan cuma itu, gagasan perwakilan golongan pun resmi menghilang setelah Munas IV pada Oktober 1988 memutuskan perubahan nama organisasi menjadi GOLKAR.

Menurut sejarawan David Reeve, ini menandai hilangnya gagasan Sukarno pada 1957 bahwa organisasi akan mewakili golongan seperti petani, buruh, pengusaha nasional, pemuda, dan sebagainya. Sebaliknya, Golkar disebutnya menjadi partai pengusaha dan mesin patronase.

Keberadaan para pengusaha ini jugalah, menurut Firman Noor, yang membantu Golkar bangun dari keterpurukan setelah Pemilu 1999. Ia menilai, kebangkitan Golkar di Pemilu 2004 disokong faktor Jusuf Kalla yang memiliki kekuatan modal finansial. “Pak JK mampu mendekati daerah-daerah dengan memberikan gizi kembali kepada mereka,” ujarnya. JK lantas menggantikan Akbar Tanjung menjadi ketua umum Golkar pada Desember 2004.

Adapun menurut Arya Fernandes, Golkar sukses membenahi internal mereka menjadi partai terbuka dan demokratis. Tampuk kepemimpinan partai misalnya, kata dia, secara periodik berganti melalui forum musyawarah. Begitu juga proses pengambilan keputusan lewat forum yang melibatkan seluruh struktur partai di daerah. Arya berujar, kaderisasi serta kompetisi pun terjadi di internal Golkar, tetapi faksi-faksi yang ada relatif terakomodasi.

“Partai bernuansa Orde Baru lainnya tidak berhasil. Golkar bertahan karena dia tidak bergantung pada tokoh internal (patron),” kata Arya.

Kendati begitu, partai tak pelak terpengaruh saat elite-elitenya bergantian hengkang dan mendirikan partai baru. Wiranto misalnya, meninggalkan Golkar setelah Pemilu 2004 dan mendirikan Hanura pada 2006. Ada juga Surya Paloh yang membentuk NasDem dan Prabowo Subianto yang hengkang lalu membidani Gerindra.

Pada akhir 2014, partai juga didera konflik internal dengan dualisme kepemimpinan Aburizal Bakrie dan Agung Laksono. Islah baru terjadi bulan Mei 2016 dengan Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Bali yang menetapkan Setya Novanto menjadi ketua umum. “Ini kapal tanker besar, banyak yang ingin jadi kaptennya. Ketika tidak tercapai, satu per satu keluar. Itu membawa dampak buruk bagi Golkar,” kata Firman Noor.

Setelah Pemilu 2004, perolehan kursi Golkar di parlemen memang terus menurun. Di Pemilu 2009, partai beringin mendapat 106 kursi Dewan Perwakilan Rakyat. Jumlah ini berkurang di Pemilu 2014 menjadi 91 kursi dan di Pemilu 2019 tinggal 85 kursi saja. Menurut Arya Fernandes, meski bertahan dengan menjadi partai terbuka, Golkar minim inovasi. Partai ini juga dinilainya tak cukup tanggap merespons perubahan demografi pemilih.

Arya menyebutkan, basis politik Golkar tidak banyak bergeser sejak Pemilu 1999 hingga 2019, yakni pemilih di luar Jawa, masyarakat rural, berusia di atas 40 tahun. “Demografi pemilih berubah, Golkar relatif agak telat beradaptasi dengan itu,” kata Arya.

Baca juga: 23 Tahun Soeharto Mundur, Pakar Sebut Reformasi Diganggu Oligarki Rezim Jokowi

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan

Reaksi Pemimpin Parpol atas Putusan MK dalam Perkara Sengketa Pilpres

19 jam lalu

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo (kanan) didampingi Hakim Konstitusi Saldi Isra (tengah) memimpin jalannya sidang putusan perselisihan hasil Pilpres 2024 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin, 22 April 2024. TEMPO/Febri Angga Palguna
Reaksi Pemimpin Parpol atas Putusan MK dalam Perkara Sengketa Pilpres

Surya Paloh mengajak seluruh elite politik menghargai dan menghormati putusan MK.


Lokasi Patung Kuda Arjuna Wijaya Jakarta Kerap Jadi Pusat Unjuk Rasa, Begini Sejarah Pendiriannya

1 hari lalu

Pendukung Prabowo-Gibran dan para pendukung Anies-Muhaimin terlibat bentrokan saat menggelar aksi di area Patung Kuda, Jakarta, 19 April 2024. TEMPO/Martin Yogi Pardamean
Lokasi Patung Kuda Arjuna Wijaya Jakarta Kerap Jadi Pusat Unjuk Rasa, Begini Sejarah Pendiriannya

Patung Kuda Arjuna Wijaya di Jalan Medan Merdeka Jakarta kerap jadi sentral unjuk rasa. Terakhir demo pendukung 01 dan 02 terhadap sengketa pilpres.


Pemilu Rawan Politik Uang Kaesang Usulkan Sistem Pemilu Proporsional Tertutup, Ini Bedanya dengan Proporsional Terbuka

2 hari lalu

Presiden Joko Widodo beradu panco dengan anaknya Kaesang Pangarep. youtube.com
Pemilu Rawan Politik Uang Kaesang Usulkan Sistem Pemilu Proporsional Tertutup, Ini Bedanya dengan Proporsional Terbuka

Ketua Umum PSI yang juga putra Jokowi, Kaesang Pangarep usulkan pemilu selanjutnya dengan sistem proporsional tertutup karena marak politik uang.


49 Tahun TMII Gagasan Tien Soeharto, Pembangunannya Tuai Pro-kontra

3 hari lalu

Presiden Soeharto bersama istri Ny. Tien Soeharto saat mengunjungi Museum Pengamon di Berlin, Jerman, 1991. Dok.TEMPO.
49 Tahun TMII Gagasan Tien Soeharto, Pembangunannya Tuai Pro-kontra

Tie Soeharto menggagas dibangunnya TMII sebagai proyek mercusuar pemerintahan Soeharto. Proses pembangunannya menuai pro dan kontra.


Berawal Ide Tien Soeharto, Begini Sejarah Taman Mini Indonesia Indah atau TMII di Usia 49 Tahun

3 hari lalu

Sejumlah wisatawan mengunjungi anjungan Provinsi Sumatera Barat di Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta, Kamis 11 April 2024. Pengelola TMII menyebutkan sekitar 20.000 wisatawan mengunjungi obyek wisata tersebut pada hari kedua Lebaran 2024 (data terakhir pukul 15.00 WIB) dan diperkirakan jumlahnya akan terus meningkat hingga Minggu (14/4) atau H+3 Lebaran.  ANTARA FOTO
Berawal Ide Tien Soeharto, Begini Sejarah Taman Mini Indonesia Indah atau TMII di Usia 49 Tahun

Taman Mini Indonesia Indah (TMII) dibangun pada 1972 dan diresmikan pada 20 April 1975, berawal dari ide Tien Soeharto.


Menkominfo Ungkap Kesan Pertemuan Tim Cook Apple dan Prabowo

4 hari lalu

Menteri Pertahanan RI Prabowo Subianto (kiri) bertemu dengan CEO Apple Tim Cook (kanan) di kantor Kementerian Pertahanan RI, Rabu, 17 April 2024. Sumber: ANTARA
Menkominfo Ungkap Kesan Pertemuan Tim Cook Apple dan Prabowo

Budi Arie Setiadi mengatakan Tim Cook mengapresiasi hasil pemilu presiden Indonesia atas terpilihnya Prabowo.


Muncul Keluhan di Media Sosial Ihwal Magang Mahasiswa ke Ceko dan Hungaria, Netizen: Mirip Ferienjob Jerman

5 hari lalu

Ferienjob. Istimewa
Muncul Keluhan di Media Sosial Ihwal Magang Mahasiswa ke Ceko dan Hungaria, Netizen: Mirip Ferienjob Jerman

Kini di media sosial muncul berbagai keluhan menyangkut magang mahasiswa di Hungaria dan Republik Ceko.


PAN Lobi Golkar Usung Anak Zulhas Jadi Pendamping Ridwan Kamil di Pilkada Jakarta

5 hari lalu

Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai atau DPP PAN Zita Anjani serta caleg PAN Sigit Purnomo Syamsuddin Said alias Pasha Ungu (kiri) dan Surya Hutama atau Uya Kuya (kanan) di Kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Jakarta Pusat, pada Kamis, 21 Desember 2023. (TEMPO/Advist Khoirunikmah)
PAN Lobi Golkar Usung Anak Zulhas Jadi Pendamping Ridwan Kamil di Pilkada Jakarta

PAN sedang berkomunikasi dengan Golkar untuk mendorong Ketua DPP PAN, Zita Anjani, menjadi pendamping Ridwan Kamil di Pilkada Jakarta.


Wacana Pertemuan Jokowi - Megawati, Bahlil Singgung Hasto PDIP Tak Pernah jadi Presiden

5 hari lalu

Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Bahlil Lahadalia saat ditemui usai melaksanakan Salat Idulfitri 1445 Hijriah di Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat. TEMPO/Adinda Jasmine
Wacana Pertemuan Jokowi - Megawati, Bahlil Singgung Hasto PDIP Tak Pernah jadi Presiden

Bahlil Lahadalia menilai Jokowi dan Megawati sebagai negarawan dan tidak perlu disebandingkan dengan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.


64 Tahun PMII, Respons Mahasiswa Muslim terhadap Situasi Politik

5 hari lalu

Presiden Joko Widodo saat Peresmian Pembukaan Musyawarah Nasional VI Ikatan Alumni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (IKA PMII) Tahun 2018di Jakarta, Jumat 20 Juli 2018. TEMPO/Subekti.
64 Tahun PMII, Respons Mahasiswa Muslim terhadap Situasi Politik

Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) merupakan salah satu dari sekian banyak organisasi mahasiswa yang masih eksis sampai saat ini.