TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal Kementerian Luar Negeri Cecep Herawan menyampaikan sejumlah tantangan yang dihadapi Indonesia dalam memenuhi pasokan vaksin Covid-19 di dalam negeri.
"Tantangan yang dihadapi untuk memenuhi pasokan vaksin utamanya akibat kapasitas produksi vaksin dunia yang terbatas dan makin tingginya permintaan di seluruh dunia," kata Cecep dalam rapat kerja dengan Komisi I DPR di Jakarta, Selasa, 18 Mei 2021.
Cecep menjelaskan, fokus utama diplomasi Kemenlu adalah membuka jalan dan akses terhadap komitmen penyediaan vaksin, baik jalur bilateral maupun multilateral. Vaksin, kata dia, dianggap sebagai titik tolak pemulihan pandemi.
"Diplomasi Indonesia bergerak cepat dalam membantu tercukupinya kebutuhan vaksin, guna memenuhi kebutuhan vaksin nasional bagi target 181,5 juta masyarakat Indonesia," katanya.
Selain tingginya permintaan vaksin, tantangan yang dihadapi adalah fakta berupa kasus Covid-19 yang belum menurun di negara besar, seperti India yang merupakan produsen vaksin terbesar di dunia.
Per 16 Mei 2021, Cecep mengungkapkan jumlah kasus positif Covid-19 di dunia melebihi 163 juta kasus dengan angka kematian lebih dari 3,3 juta kasus. Menurut Cecep, Asia menjadi kawasan yang mengkhawatirkan dengan kenaikan kasus tertinggi sebesar 8 persen. Perkembangan ini pun mendorong terjadinya nasionalisme vaksin yang mempengaruhi distribusi vaksin secara global. "Karena beberapa negara mementingkan kepentingan dalam negeri masing-masing," kata Cecep.
Cecep mencontohkan, Inggris dan Amerika Serikat membatasi pengiriman vaksin, India membatasi ekspor vaksin buatan Serum Institute of India, dan tekanan domestik Cina untuk memenuhi program vaksinasi nasional mereka. Menurut Cecep, WHO telah mengkritik fenomena ini agar negara produsen atau negara maju bertindak lebih adil.
"Bercermin pada fakta bahwa dari 1,4 miliar dosis vaksin yang telah didistribusikan hanya 17 persen yang diterima negara berpenghasilan rendah," ujarnya.
Cecep mengungkapkan, sebanyak 83 persen akses vaksin diberikan pada negara berpenghasilan menengah ke atas. AS, misalnya, memiliki vaksin 4 kali lebih besar dari jumlah penduduknya sendiri. Sementara di Eropa, sekitar 35,5 persen populas telah divaksinasi. Bahkan, vaksinasi di Inggris sudah mencapai 53,9 persen penduduk.
Hal tersebut sangat kontras jika dibandingkan negara di Afrika. Cecep menyebutkan rata-rata negara di Afrika sub sahara baru 0,8 persen populasinya divaksinasi. Bahkan di negara Madagaskar di bawah 0,1 persen atau hanya memperoleh 609 dosis vaksin.
Menyikapi hal tersebut, Cecep menjelaskan Kemenlu baik di pusat maupun perwakilan terus berupaya berkomunikasi dengan negara produsen vaksin Covid-19 serta melalui GAVI dan WHO untuk mengamankan pasokan vaksin. "Serta mengejar opsi-opsi sumber vaksin lainnya," kata dia.