TEMPO.CO, Jakarta - Pakar hukum tata negara dari Universitas Andalas Charles Simabura menilai Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Firli Bahuri terkesan uji coba dalam menerbitkan Surat Keputusan menonaktifkan 75 pegawai KPK yang tak lolos tes wawasan kebangsaan. Dalam SK tersebut, Firli memasukkan klausul bahwa keputusan itu dapat diperbaiki jika ditemukan kekeliruan di kemudian hari.
Charles mengatakan perbaikan atas kebijakan yang keliru lazim dipraktikkan sebelum ada Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Namun kata dia, secara hukum klausul ini sudah tidak dikenal dalam pembentukan peraturan perundang-undangan baik mengatur maupun menetapkan.
"Suatu peraturan perundang-undangan harus menjamin kepastian hukum, klausul demikian akan menimbulkan ketidakpastian karena sejak awal pembentuk sudah memiliki keraguan dan seakan-akan uji coba dalam menerbitkan keputusan," kata Charles kepada Tempo, Selasa malam, 11 Mei 2021.
Charles menduga Ketua KPK akan mengubah keputusannya jika diprotes oleh pihak Istana. Mengutip Majalah Tempo edisi 8 Mei 2021, Istana disebut meminta Firli memikirkan lagi kebijakan untuk tak meloloskan 75 pegawai KPK sebagai ASN.
Dua pimpinan KPK, Firli Bahuri dan Alexander Marwata, dikabarkan mendatangi Istana untuk menyampaikan hasil tes wawasan kebangsaan pada awal Mei lalu. Berniat bertemu Presiden Joko Widodo, keduanya hanya diterima oleh Menteri Sekretaris Negara Pratikno.
Baik Firli Bahuri, Alexander, maupun Pratikno tak kunjung membalas pesan Tempo untuk mengkonfirmasi pertemuan itu. Adapun Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md. mengaku tak mengetahui apakah pertemuan itu terjadi.
"Dia coba-coba, kalau diprotes Istana ya diubah. Ini dugaan saya," kata Charles Simabura.
BUDIARTI UTAMI PUTRI
Baca: Pakar Hukum Sebut Novel Baswedan Cs Bisa Gugat SK Firli ke PTUN