TEMPO Interaktif, Jakarta: Kejaksaan Agung mengisyaratkan segera menghentikan kasus dugaan korupsi penjualan kapal tanker raksasa (VLCC) milik Pertamina.
Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Marwan Effendy mengisyaratkan akan mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dalam waktu dekat. "Buat apa kami menggantung nasib orang," ujarnya di kantornya, Kamis (13/11).
Menurut Marwan, BPK tidak bisa menghitung kerugian negara, karena tidak memiliki harga pembanding.
Dalam kasus ini Kejaksaan Agung sudah menetapkan tiga tersangka, yaitu bekas Direktur Keuangan Pertamina Alfred H. Rohimone, bekas Direktur Utama Arifi Nawawi, dan bekas Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara merangkap bekas Komisaris Utama Pertamina Laksamana Sukardi.
Kejaksaan menganggap mereka bersalah karena menjual VLCC Hull 1540 dan 1541 pada 2004 tanpa persetujuan Menteri Keuangan. Kapal yang dijual kepada Frontline dengan harga US$ 184 juta itu masih dalam tahap pembuatan di Hyundai Heavy Industries di Ulsan, Korea. Akibat penjualan, negara diduga mengalami kerugian US$ 20-56 juta karena harga VLCC saat itu berkisar US$ 204-240 juta.
Pada 2007 Kejaksaan meminta bantuan Badan Pemeriksa Keuangan untuk mengaudit kerugian negara dalam kasus ini. Badan Pemeriksa kemudian menyerahkan hasil audit pada Oktober lalu. "Bagaimana lagi, instansi yang memiliki kewenangan mengaudit saja menyerah," ujarnya.
Bila Kejaksaan mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), maka status tersangka yang disandang Laksamana dan kawan-kawan akan dicabut.
Anton Septian