TEMPO.CO, Jakarta - Epidemiolog dari Griffith University, Dicky Budiman, mengatakan penggunaan alat rapid test antigen Covid-19 bekas bisa menimbulkan hasil yang tidak valid.
"Bisa mengurangi akurasinya secara drastis dan menimbulkan false negatif dan kemudian false positif. Lebih besar false negatifnya. Dan ini invalid result," kata Dicky kepada Tempo, Kamis, 29 April 2021.
Dicky mengatakan, penggunaan alat tes Covid-19 yang sifatnya daur ulang tidak boleh dilakukan. Juga tidak ada anjuran menggunakan kembali meski dalam keterbatasan alat tes.
Menurut Dicky, rapid test merupakan alat penunjang pemeriksaan. Yang paling penting adalah screening gejala dan faktor risiko untuk menentukan seseorang harus dikarantina atau tidak. "Jangan gunakan alat tes ini dalam bentuk daur ulang apalagi dalam kesengajaan seperti ini sangat bahaya," katanya.
Sebelumnya, Layanan rapid test antigen Covid-19 di Bandara Internasional Kualanamu di Deli Serdang, Sumatera Utara, digerebek polisi pada Selasa 27 April 2021. Penggrebekan ini diduga karena penggunaan alat rapid bekas untuk tes.
Dicky menyebutkan bahaya lain penggunaan alat rapid test bekas adalah adanya potensi penularan dari penggunaan daur ulang. Penularan pada orang yang tadinya tidak membawa virus, tapi tertular karena menggunakan alat tes daur ulang yang masih ada virusnya.
"Ini potensi mencelakakan orang lain, membuat virus ini dipindahkan pada orang yang diperiksa. Ini sangat berbahaya," kata dia.
Bahaya lainnya, penggunaan alat tes bekas tidak dapat mencegah penularan Covid-19. Misalnya, orang yang sebenarnya positif tetapi menjadi negatif karena hasil alat tersebut. Selain itu, Dicky mengaku khawatir akan berpengaruh negatif dan menurunkan kepercayaan publik terkait situasi pandemi Covid-19.
Dicky menilai penggunaan alat rapid test antigen bekas menunjukkan perilaku korup masih menjadi musuh laten bersama. "Bahkan di tengah situasi musibah besar pandemi, dan ini adalah menunjukkan begitu lemahnya sistem monitor diterapkan dan harus ada audit menyeluruh dan segera dilakukan juga penguatan di strategi komunikasi risiko," ujar Dicky.
Baca juga: Kasus Rapid Test Bekas, Kemenhub Minta Layanan Kesehatan Seluruh Bandara Dicek