TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Dalam Negeri menjamin tak ada diskriminasi bagi transgender dalam membuat KTP elektronik. "Mereka juga makhluk Tuhan yang wajib kami layani dengan nondiskriminasi dan penuh empati," kata Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Zudan Arif Fakhrullah, Ahad, 25 April 2021.
Ia mengatakan tak ada kolom trangender di e-KTP. Namun, pencatatan tetap berdasarkan jenis kelamin asli. Kecuali, bagi mereka yang telah ditetapkan oleh pengadilan untuk mengubah jenis kelaminnya.
"Kalau dia laki-laki, ya, dicatat sebagai laki-laki, kalau dia perempuan juga dicatat sebagai perempuan. Dicatat sesuai jenis kelamin aslinya. Kecuali buat mereka yang sudah ditetapkan oleh pengadilan untuk adanya perubahan jenis kelamin," kata Zudan.
Isu e-KTP bagi transgender ini sebelumnya mengemuka dalam rapat koordinasi virtual Dukcapil Kemendagri dengan Perkumpulan Suara Kita pada Jumat, 23 April 2021. Ketua Dewan Pengurus Perkumpulan Suara Kita, Hartoyo, menyebut banyak transgender tidak memiliki dokumen kependudukan seperti e-KTP, KK, dan akta kelahiran.
Menurut dia, kondisi tersebut mempersulit para transgender untuk mengakses layanan publik seperti bidang kesehatan, bantuan sosial, dan lainnya.
Menurut Zudan, banyak masyarakat yang belum mendapatkan pemahaman utuh perihal komitmen ini. Ia menjelaskan, transgender yang merekam data bukan cuma tercatat dengan jenis kelamin asli, melainkan juga nama aslinya.
"Tidak dikenal nama alias. Misalnya, nama Sujono, ya ditulis Sujono, bukan Sujono alias Jenny. Mau diubah pakai nama perempuan panggilan di KTP-el? Tidak bisa, sebab urusan mengganti nama dan ganti kelamin harus ada putusan dari Pengadilan Negeri terlebih dulu," ujar dia.
Zudan mengatakan kasus berbeda misalnya terjadi dengan Sersan Dua TNI Angkatan Darat Aprilio Perkasa Manganang. Mantan atlet voli itu mengubah identitas dan jenis kelamin setelah diputuskan oleh Pengadilan Negeri Tondano, Manado.
Zudan menyebut Dukcapil memang proaktif membantu memudahkan pembuatan e-KTP bagi kelompok transgender. Ia merujuk Undang-undang Nomor 24 Tahun 2013 juncto UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.
Beleid itu menyatakan bahwa semua penduduk WNI harus didata dan harus memiliki KTP serta KK agar bisa mendapatkan pelayanan publik dengan baik, misalnya BPJS dan bantuan sosial.
"Kami melayani kaum transgender sesuai aturan UU Adminduk dengan jenis kelaminnya laki laki dan perempuan. Tidak ada jenis kelamin yang lain. Sesuai apa aslinya kecuali yang sudah ada penetapan pengadilan tentang perubahan jenis kelamin," ucapnya.