TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Kamar Mesin KRI Nanggala -402 pada 1985, Laksamana Muda (Purnawirawan) Frans Wuwung, setuju dengan pernyataan Kepala Staf TNI Angkatan Laut Laksamana Yudo Margono bahwa kemampuan bertahan awak kapal hanya sampai Sabtu hari ini, 24 April 2021. Sebab, cadangan oksigen di dalam kapal hanya mampu bertahan selama 72 jam sejak kapal tersebut karam.
Hanya saja, kata Frans, daya tahan oksigen 72 jam seperti pernyataan KSAL Yudo Margono itu bisa terjadi kalau posisi kapal di atas 300 meter di bawah permukaan air. “Tapi kalau posisi kapal lebih dari kedalaman itu, sudah tidak ada cerita,” kata Frans saat ditemui di Surabaya, Jumat, 23 April 2021.
Frans menganalisa, jika karamnya kapal selam tersebut karena black out seperti dugaan selama ini, berarti segala peralatan tidak bisa digerakkan atau power lost. Kemudi dalam posisi menyelam dan motor sudah menuju ke penyelaman. “Barangkali ABK-nya ada something, sehingga dia terlalu lama untuk mencari penyebab black out,” katanya.
Frans berfikir, karena waktu Nanggala berlayar itu masih di pagi buta, antara jam 03.00-04.00, awak kapal belum siap betul. Sehingga ketika kondisi darurat, mereka panik dan hanya bisa teriak-teriak. Frans menduga black out diakibatkan karena saklar jatuh dan ABK kurang siap untuk mengatasi. “Karena kapal itu kalau menyelam cepat sekali,” kata dia.
Ketika masih menjadi kepala kamar mesin dengan pangkat letnan kolonel (laut), Frans mengaku punya penglaman saat KRI Nanggala-402 itu mengalami black out. Dalam keadaan gelap gulita dan kapal menuju ke kedalaman 50 meter, ia segera menekan tombol lampu darurat di dalam kamar mesin. Lampu darurat ini menggunakan baterey cadangan.
Selain itu, para ABK sigap menyalakan senter yang mereka bawa di sakunya masing-masing. “Kemudian kami cari penyebab black out itu dan akhirnya ketemu, yakni karena saklarnya jatuh. Akhirnya bisa kami perbaiki dengan cepat,” kata mantan anggota Fraksi TNI/Polri DPR ini.
Penyebab black out, kata Frans, biasanya karena converter-nya mengalami gangguan. Gangguan converter bisa disebabkan oleh ruang baterey dipenuhi air laut. Namun dalam kasus KRI Nanggala, Frans ragu jika gangguan converter itu akibat ruang baterey dipenuhi air. “Wong kapal baru menyelam kok terhadi kebocoran di ruang baterey, jadi rasanya nyaris mustahil,” katanya.
Hanya saja, kata dia, ada teori bila ruang baterey dipenuhi air laut, kemudia elektrolit bercampur air laut, timbul gas berwarna putih, lalu nol koma sekian detik aliran listrik putus. “Tapi kalau penyebabnya ini, rasanya kok sulit terjadi wong baru mau menyelam,” ujar Frans.
Baca Juga: Kemenhan Pantau Pencarian Kapal Selam KRI Nanggala-402