TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Sufmi Dasco Ahmad mengakui penelitian sel dendritik untuk Covid-19 berbiaya mahal. Namun, Dasco mengatakan penerapan metode ini tak akan terlalu mahal jika penelitiannya telah berhasil.
"Ya setahu saya (dari) bincang-bincang ya metodenya memang mahal. Penelitian ini enggak murah memang, tapi nanti kalau sudah jadi itu juga enggak terlalu mahal," kata Dasco di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Subroto, Jakarta, Kamis, 22 April 2021.
Dasco mengaku tak mengetahui persis kisaran ongkos penelitian metode terapi sel dendritik untuk setiap relawan. Dia pun menganggap wajar sebab menurutnya penelitian tersebut dilakukan dengan serius, bukan main-main.
"Kalau mahal, ya penelitian pasti mahal. Orang ini serius, bukan main-main," ucapnya.
Meski begitu, Dasco melanjutkan, tim peneliti sedang memikirkan teknis agar metode ini dapat dilakukan di tempat-tempat selain RSPAD Gatot Subroto. "Untuk pengambilan tekniknya sedang dipikirkan bagaimana di tempat-tempat lain bisa cepat seperti ini," kata Dasco.
Perihal mahalnya metode terapi sel dendritik ini sebelumnya disampaikan ahli patologi klinis Universitas Sebelas Maret, Tonang Dwi Ardyanto. Tonang mencontohkan, sebuah perusahaan di Jepang yang menerapkan metode terapi dendritik--yang biasa digunakan untuk kanker--menetapkan tarif sekitar 2 juta Yen untuk sekali pemberian satu set terapi pada seorang pasien.
"Kurs 1 Yen saat ini Rp 133. Berarti sekitar Rp 275 jutaan. Itu untuk vaksinasi berbasis sel dendritik pada kanker," kata Tonang dalam grup Whatsapp Liputan Covid-19 pada Ahad, 18 April lalu. Pernyataan tentang kisaran biaya ini senada dengan yang pernah disampaikan epidemiolog Griffith University Dicky Budiman.
BUDIARTI UTAMI PUTRI | WURAGIL