TEMPO.CO, Jakarta - Komisioner KPK 2003-2007, Erry Riyana Hardjapamekas, membantah tudingan bahwa Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menjadi sponsor dalam gerakan mendukung lembaga tersebut. "Saya pikir itu tafsiran yang salah. Kami tidak minta izin siapapun," kata Erry, Sabtu, 17 Maret 2021.
Erry mengatakan, inisatif mendukung BPOM muncul dari sebuah diskusi di grup percakapan WhatsApp. Kelompok gerakan mendukung BPOM itu dinamakan Gerakan Sejuta Tes Antigen.
"Awalnya dari situ dan masing-masing menghubungi teman masing-masing dan berkumpul lah kami 100 orang. Sesederhana itu kepedulian kami sebagai warga yang waras," ujar Erry.
Menurut Erry, kelompok gerakan ingin mendukung integritas keilmuan dalam proses persetujuan atau uji klinik obat atau vaksin yang dituangkan dalam prosedur BPOM.
Wakil Ketua Komisi Kesehatan DPR Emanuel Melkiades Laka Lena sebelumnya menuding BPOM bermain politik.
"Hari ini kami tahu bahwa ada gerakan yang disponsori juga mungkin oleh Badan POM, yang kemudian dalam gerakan tersebut ingin mengumpulkan tokoh bangsa mendukung Badan POM. Jadi Badan POM sekarang sudah main politik lho," kata Melki dalam diskusi Polemik Trijaya, Sabtu, 17 April 2021.
BPOM sebelumnya dikritik oleh anggota DPR karena belum memberikan izin uji klinik tahap II vaksin Nusantara yang digagas mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto.
Dalam konferensi pers pada Jumat kemarin, Kepala BPOM Penny Lukito mengungkapkan alasan lembaganya belum mengeluarkan izin tersebut. Ia menilai terdapat kejanggalan dalam penelitian vaksin Nusantara.
Misalnya, tidak ada validasi dan standarisasi terhadap metode pengujian. Hasil penelitian pun berbeda-beda, dengan alat ukur yang tak sama.
Selain itu, BPOM menilai produk vaksin tidak dibuat dalam kondisi steril. Catatan lain adalah antigen yang digunakan dalam penelitian tidak terjamin steril dan hanya boleh digunakan untuk riset laboratorium, bukan untuk manusia. "Terkait tahapan dendritik sudah disampaikan itu sudah final. Kami menunggu koreksi yang dilakukan," kata Penny.