INFO NASIONAL-Sejak 881, tibanya bulan Ramadan di Kota Semarang selalu dimeriahkan dengan tradisi Dugderan. Tradisi tersebut bahkan telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda oleh Kementerian Pendidikan Republik Indonesia.
Karena Dugderan telah menjadi bagian dari sejarah panjang masyarakat di Ibu Kota Provinsi Jawa Tengah, tradisi itu pun diputuskan Wali Kota Semarang, Hendrar Prihadi tetap berjalan, meski masa Pandemi Covid-19 belum usai.
Namun meskipun tradisi tersebut tetap berjalan, Wali Kota Semarang yang akrab disapa Hendi itu melakukan beberapa penyesuaian dalam pelaksanaannya. Salah satunya adalah arak-arakan Warak Ngendog yang sejak tahun lalu tidak digelar, agar tidak mengundang kerumunan seperti biasanya. Dan prosesi Dugderan tahun ini pun dijalankan secara sederhana dari Balaikota Semarang menuju Masjid Agung Kauman Semarang, Minggu 11 April.
Adapun prosesi Dugderan secara sederhana tersebut adalah yang kedua kali dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Semarang. Tahun lalu acara ini juga digelar di masa awal Pandemi Covid-19 melanda.
"Sama seperti tahun lalu, kita belajar tetap menjalankan tradisi ini untuk menjaga budaya asli Kota Semarang. Tahun ini juga dikemas oleh sedulur - sedulur Dinas Pariwisata dan Kebudayaan dengan protokol kesehatan, sehingga meski tidak semeriah sebelum-sebelumnya tetap bisa dikerjakan," ujar Hendi.
Bersama dengan jajaran Forum Komunikasi Pimpinan Daerah Kota Semarang, Hendi menjalankan prosesi Dugderan dari halaman Balaikota Semarang dengan suasana yang sangat terbatas.
Menuju ke Masjid Agung Kauman Semarang, Hendi kemudian membacakan Suhuf Halaqof dilanjutkan dengan menabuh bedug sebagai tanda akan tibanya bulan Ramadan. "Mudah - mudahan selama Ramadan masyarakat bisa menjalankan ibadah dengan baik," kata Hendi usia melaksanakan proses Dugderan. (*)