TEMPO.CO, Jakarta - Pakar hukum pidana Fakultas Hukum Universitas Indonesia Ganjar Laksmana menilai, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebenarnya tetap bisa mengejar tersangka Sjamsul Nursalim dan istrinya, Itjih Sjamsul Nursalim, dengan Pasal 2 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.
Menurut Ganjar, penyidikan perkara dengan tersangka Nursalim dan sang istri, bisa berdiri sendiri. "Walau disangkakan bersama-sama, tapi tidak ada hubungannya dengan bebasnya Syafruddin Temanggung (eks Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional). Bebasnya beliau kan tidak berarti membuat peristiwa hukum pada Pak Nursalim tidak ada," ujar dia dalam diskusi daring 'Menyoal Langkah KPK Menghentikan Penyidikan Perkara Polri' pada Ahad, 11 April 2021.
Adapun bunyi Pasal 2 itu adalah “(1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)”.
"Kalau pake Pasal 2 bisa dan tidak harus ada pejabatnya, sehingga bisa jadi kasus yang berdiri sendiri. Jadi lakukan penyidikan lagi, ulang, menggunakan Pasal 2," kata Ganjar.
KPK menerbitkan Surat Penghentian Penyidikan dan Penuntutan atau SP3 kasus korupsi BLBI. Adapun dua orang yang menyandang status tersangka di kasus ini adalah Sjamsul Nursalim dan istrinya, Itjih Nursalim.
"Hari ini kami akan mengumumkan penghentian penyidikan terkait tersangka SN dan ISN," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di kantornya, Kamis, 1 April 2021.
Alex menuturkan alasan penerbitan perkara itu sesuai dengan Pasal 40 Undang-undang KPK. "Penghentian penyidikan sebagai bagian adanya kepastian hukum sebagaimana Pasal 5 UU KPK," kata Alexander.
Sebelumnya, KPK menyangka keduanya telah melakukan misrepresentasi dalam menampilkan nilai aset yang mereka serahkan ke Badan Penyehatan Perbankan Nasional untuk membayar hutang BLBI. Akibat perbuatan mereka, negara rugi Rp 4,58 triliun.
Awalnya KPK menetapkan eks Kepala BPPN Syafruddin Arsyad Temenggung menjadi tersangka. Ia diduga menerbitkan SKL BLBI untuk Sjamsul selaku pemegang saham pengendali Bank Dagang Negara Indonesia. Syafruddin dihukum 15 tahun di pengadilan tingkat banding. Namun, Mahkamah Agung melepasnya di tingkat kasasi.
ANDITA RAHMA | M. ROSSENO AJI