INFO NASIONAL - Selama 300 tahun atau lebih dari tiga abad, timah Kepulaun Bangka Belitung (Babel) diambil, tapi daerah itu hanya mendapatkan royalti 3 persen dari PT Timah. Wajar jika Gubernur Babel, Erzaldi Rosman mendesak PT Timah memberikan royalti lebih atas kerugian dan kerusakan alam yang dirasakan daerah tersebut.
"Kami masyarakat Babel berharap diberikan hak hibah saham 14 persen PT Timah Tbk milik Pemerintah Pusat dan kenaikan royalti timah 10 persen untuk masa depan ekonomi dan pembangunan berkelanjutan di Babel," ujar Gubernur Erzaldi saat beraudiensi di Komisi VII DPR RI di Gedung Nusantara I, Rabu 7 Maret 2021.
Lahan kritis akibat aktifitas penambangan timah di Babel mencapai 16,93 persen atau 278 ribu hektare. Hal tersebut menjadi pemicu musibah banjir, tanah longsor dan imbasnya, mengakibatkan rusaknya infrastruktur jalan, jembatan, pemukiman, dan lahan-lahan usaha pertanian. Pemerintah beserta masyarakat harus menanggung beban dan biaya yang besar akibat dampak dari bencana banjir, tanah longsong yang kerap terjadi.
Gubernur Babel berharap agar Pemerintah RI selaku pemilik 65 persen saham PT timah , melalui PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum), tergerak menghibahkan 14 persen saham kepada Provinsi Babel.
Apalagi, Pemprov Babel tidak tercatat sebagai pemegang saham, sehingga tidak memiliki hak suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PT Timah Tbk. Akibatnya, semua saran dan masukan, sinkronisasi kebijakan dan program antara Pemprov. Babel dan PT Timah Tbk kurang efektif. Kewenangan Pemprov untuk mengawasi kegiatan PT Timah Tbk juga tidak optimal.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 81 Tahun 2019, tarif royalti logam timah ditetapkan hanya 3 persen. Bandingkan dengan royalti batu bara 7 persen, bijih besi 10 persen, bijih nikel 10 persen, emas 5 persen, perak 3,25 persen, dan bauksit 7 persen.
Seiring dengan target Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Sumber Daya Alam (SDA) Minerba yang cenderung meningkat setiap tahunnya, Erzaldi alias Bang ER mengusulkan agar royalti ditingkatkan menjadi 10 persen.
"Hal ini penting, karena kapasitas fiskal Babel masih rendah. Naif rasanya apabila daerah kami sebagai salah satu daerah penghasil SDA yang tinggi, tidak mendapatkan hak yang layak. Wajar kami meminta hak untuk membangun daerah, peluang yang paling cepat yakni royalti yang minta dinaikkan," katanya.
Gubernur Babel juga meminta Pemerintah Pusat mengeluarkan aturan larangan ekspor untuk bahan baku logam timah untuk mendorong industrialisasi dan peningkatan nilai tambah mineral bagi Babel, serta memperketat pengawasan ekspor logam tanah jarang.
Ketua Komisi VII DPR RI, Sugeng Suparwoto akan menindaklanjuti aspirasi Babel dalam Rapat Kerja atau Rapat Dengar Pendapat dengan Kementerian ESDM, Kementerian Keuangan, dan Kementerian BUMN. Dia juga meminta Anggota DPR RI Dapil Babel, yakni Rudianto Tjen, Bambang Patijaya, dan Zuristyo Firmadata untuk mengawal aspirasi ini hingga menghasilkan kebijakan yang dapat menguntungkan semua pihak.
Bambang Patijaya mengusulkan royalti berjenjang karena PT Timah dapat mengalami kenaikan biaya produksi yang diakibatkan kenaikan royalti."Misal harga pokok produksi 18.000 dolar AS, tetapi apabila harga di atas angka tersebut, maka PT Timah sudah mendapatkan keuntungan, sehingga bisa saja dinaikkan 10 persen royaltinya, sehingga semua pihak senang," ujarnya.(*)