INFO NASIONAL - Guna mengumpulkan masukan ilmiah bagi kebijakan konservasi hiu dan pari di Indonesia, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) didukung Yayasan WWF Indonesia akan menggelar Simposium Hiu dan Pari di Indonesia untuk ketiga kalinya, pada Rabu-Kamis 7-8 April 2021 secara daring dan luring. Sebelumnya, simposium hiu dan pari jilid 1 dan 2 telah dilaksanakan beberapa tahun yang lalu.
Terbatasnya informasi ilmiah tentang sumber daya hiu dan pari di Indonesia menjadi tantangan besar bagi konservasi hiu dan pari. Sementara penyusunan kebijakan konservasi hiu dan pari harus memiliki basis kajian ilmiah yang kuat.
Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono berpendapat pengelolaan sumber daya perikanan, termasuk hiu dan pari, secara berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat pesisir. Karena itu diperlukan suatu rekomendasi bahan kebijakan pengelolaan jenis ikan hiu dan pari yang berbasis dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Rekomendasi kebijakan pengelolaan terhadap jenis-jenis ikan hiu dan pari perlu segera didapatkan untuk mengelola lebih baik. Khususnya jenis yang menjadi atensi konvensi internasional, seperti Konvensi Perdagangan Fauna dan Flora Terancam Punah/CITES dan Organisasi Pengelolaan Perikanan Regional/RFMO.
“Simposium ini merupakan salah satu upaya kita bersama dalam menjaga keberlanjutan sumber daya hiu dan pari. Kegiatan ini juga bagian dari implementasi Rencana Aksi Nasional Konservasi yang telah disusun,” ujar Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (Dirjen PRL), Tb. Haeru Rahayu di Jakarta.
Hiu dan pari telah menjadi isu internasional sejak 2013. Diawali dengan masuknya beberapa jenis hiu dan pari manta dalam apendiks CITES akibat tingginya tingkat pemanfaatan ikan tersebut sebagai tangkapan target maupun tangkapan sampingan (by catch).
“Untuk itu, Pemerintah Indonesia menaruh perhatian yang sangat serius melalui sejumlah kebijakan termasuk pengembangan kawasan konservasi, perlindungan jenis ikan hiu dan pari tertentu yang terancam punah dan pengaturan pemanfaatan melalui kuota,” kata Tebe.
Simposium yang mengusung tema “Penguatan Kolaborasi dan Sinergi dalam Pengelolaan Hiu dan Pari” kali ini akan memuat tiga tema makalah, yaitu biologi dan ekologi sumber daya; sosial ekonomi; pengelolaan dan konservasi.
“Sampai saat ini 100 lebih pemakalah yang mendaftar dalam simposium ini,” ujar Direktur Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut (KKHL), Ditjen PRL KKP Andi Rusandi.
Selain Dirjen PRL, simposium yang akan dihadiri juga oleh Kepala Badan Riset Sumber Daya Manusia (BRSDM) KKP, Sjarief Widjaja, dan CEO/Executive Director Yayasan WWF Indonesia Dicky P. Simorangkir sebagai pembicara kunci juga mendatangkan beberapa pembicara kompeten dari dalam dan luar negeri termasuk LIPI, Traffic, dan Global Shark Trend Team.
Sebelum pelaksanaan simposium juga akan diselenggarakan berbagai macam workshop dan pelatihan virtual dengan mendaftar langsung pada laman https://srs-indonesia.org/registrasi.
“Peserta juga dapat mengikuti virtual tour wisata Hiu Paus di kawasan Teluk Saleh, Nusa Tenggara Barat. Ini salah satu upaya terobosan kita menjaga kelestarian hiu dengan harapan kita tetap dapat memperoleh manfaat ekonomi meskipun di era pandemi seperti saat ini,” kata Andi.(*)