TEMPO.CO, Jakarta - Deputi VII Badan Intelijen Negara Wawan Hari Purwanto menjelaskan penyebab isi surat wasiat pelaku penyerangan di Mabes Polri memiliki kemiripan dengan wasiat pelaku bom bunuh diri di Makassar.
"Antar mereka kan saling berhubungan, sehingga pola yang ada di dalam ketika seseorang membaca sesuatu dan masuk ke alam pikirannya pasti sama, seperti ajaran aksi teror dan pola-pola pembuatan bom," kata Wawan dalam diskusi Polemik, Sabtu, 3 April 2021.
Deputi VII BIN Wawan Hari Purwanto menjelaskan, keyakinan dari sisi ajaran yang dipahami para pelaku teror tersebut berada dalam satu garis ketika berselancar di media sosial. "Oleh karena itu, pasti tidak akan berubah dari awal sampai akhir isinya seperti itu," ujarnya.
Menurut Wawan, isi surat wasiat juga tidak akan jauh-jauh menyinggung masalah riba dan tagut. Bahkan, ada juga yang sengaja membuat video sebelum melakukan aksi teror. "Dengan maksud supaya bisa disebarkan dan mempengaruhi emosi, sikap, tingkah laku, opini, dan motivasi siapa-siapa yang membaca dan mendengar," kata dia.
Zakiah Aini, pelaku penyerangan di Mabes Polri, menulis pesan perpisahannya dalam dua lembar kertas putih. Di antara isi wasiat tersebut adalah permintaan maaf Zakiah kepada orangtuanya.
ZA juga meminta keluarganya untuk berhenti berhubungan dengan bank (kartu kredit) karena menganggap riba. Dia juga meminta ibunya untuk berhenti bekerja menjadi dawis (dasa wisma) karena menganggap membantu kepentingan pemerintah tagut.
Dalam suratnya, pelaku juga berpesan kepada keluarga untuk tidak mengikuti pemilu. "Karena orang-orang yang terpilih itu akan membuat hukum tandingan Allah bersumber Alquran - Assunnah," kata ZA.
Isi surat wasiat tersebut juga tak jauh berbeda dengan yang ditulis pelaku bom bunuh diri di Makassar, L. Isinya meminta maaf jika ada salah, mengingatkan keluarga agar senantiasa beribadah dan tidak meninggalkan salat.
Di akhir surat, L yang menjadi pelaku bom bunuh diri Gereja Katedral Makassar membubuhkan tanda tangannya beserta nama lengkapnya.
FRISKI RIANA