Anak Muda dan Perempuan di Jaringan Terorisme
Dua aksi teror yang terjadi di Makassar dan Mabes Polri mendapat perhatian dari aspek keterlibatan anak muda. Para pelaku yang terlibat masih berusia di bawah 30 tahun.
Pengamat terorisme Al Chaidar menilai masuknya anak muda ke kelompok teroris, khususnya Jamaah Ansharut Daulah (JAD), karena jaringan tersebut menawarkan pengampunan dan pintu surga.
Di mana, terkadang kaum muda kurang memiliki pengetahuan agama dan mengalami kekeringan di sisi spiritual. "Selain itu, ISIS, melalui JAD, menawarkan rencana politik kekuasaan untuk dilebur kembali di masa depan agar menjadikan kaum muda sebagai pahlawan. Heroisme inilah yang ditawarkan," kata Al Chaidar saat dihubungi di hari yang sama.
Apalagi, kata Chaidar, generasi muda masih memiliki energi berlebih untuk mengubah situasi. Namun, hal itu dimanfaatkan oleh kelompok teroris.
Sejumlah anak muda di bawah usia 30 tahun menjadi pelaku aksi terorisme dalam 12 tahun terakhir. Baru-baru ini, pasangan suami istri L dan YSF alias D melakukan aksi bom bunuh di Gereja Katedral Makassar, Sulawesi Selatan.
L diketahui berumur 26 tahun, sedangkan sang istri masih berusia 21 tahun. Selang tiga hari, ZA, 26 tahun, menyerang Mabes Polri dengan senjata airgun berkaliber 4,5 milimeter.
Pada 2017, data Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menunjukkan pelaku terorisme mayoritas berasal dari kelompok anak muda. Data tersebut menyebutkan 11,8 persen pelaku terorisme berusia di bawah 21 tahun dan 47,3 persen berada di rentang 21-30 tahun.
Sementara itu, peneliti Hukum dan HAM Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) Milda Istiqomah mencatat peran perempuan dalam terorisme meningkat. Milda membeberkan jumlah tahanan dan narapidana perempuan yang terlibat dalam terorisme dalam kurun waktu 2000-2020 mencapai 39 orang.
"Jadi dengan angka ini bisa menjelaskan alasan kenapa kemudian keterlibatan perempuan menjadi wake up call atau warning buat kita," ucap Milda dalam diskusi daring pada Jumat, 2 April 2021.
Sebelum 2016, kata Milda, perempuan terlibat sebagai pembawa pesan, perekrutan, mobilisasi dan alat propaganda, serta regenerasi ideologi. "Selama kurun waktu 15 tahun mereka lebih di balik layar," kata Milda.
Namun, di atas 2016, peran perempuan mengalami pergeseran. Perempuan telah menjadi pelaku bom bunuh diri atau penyedia senjata, perakit bom.
Baca juga: Deretan Anak Muda di Bawah Usia 30 Tahun yang Menjadi Pelaku Terorisme
FRISKI RIANA | ANDITA RAHMA