TEMPO.CO, Jakarta - Penyandang disabilitas, Alde Maulana, diduga menjadi korban perampasan hak atas pekerjaan oleh Badan Pemeriksa Keuangan. Ia telah lulus menjadi calon pegawan negeri sipil (CPNS) di BPK Perwakilan Sumatera Barat, namun tidak diangkat menjadi PNS.
"Mimpi saya jadi abdi negara pupus sudah," kata Alde dalam keterangannya, Jumat, 2 April 2021.
Alde diberhentikan dengan alasan tidak sehat jasmani dan rohanis. Atas kejadian itu, ia melaporkan kasus tersebut ke Komnas HAM, Ombudsman, dan Kantor Staf Presiden (KSP). Deputi V KSP kemudian menginisiasi mediasi antara Alde dan BPK.
Menurut dia, di awal mediasi pihak BPK membuka peluang merevisi SK Pemberhentian Dengan Hormat Alde dengan syarat ditemukan bukti baru. Alde pun melakukan pemeriksaan kesehatan mandiri di RSUP M Djamil. Hasilnya, pengujian pada 24 Agustus 2020 itu menyatakan Alde memenuhi syarat untuk jenis pekerjaan tertentu.
Lembaga Bantuan Hukum Padang yang mendampingi Alde emudian menyampaikan hasil pemeriksaan tersebut kepada BPK, dan meminta surat pemberhentian Alde direvisi. Setelah berbulan-bulan menunggu, BPK melalui Surat Nomor : 106/S/X/03/2021 menyatakan permintaan ini tidak dapat dipenuhi dengan berbagai alasan. "Menerima surat dari BPK membuat saya merasa hancur dan kecewa," katanya.
Atas penolakan ini, Alde melakukan aksi dukacita di BPK Sumatera Barat. Alde ditemani istri menaburkan bunga tanda belasungkawa dan berdoa agar mendapat keadilan bagi dirinya yang seorang penyandang disabilitas. Sebab, negara semestinya melindungi dirinya untuk mendapatkan akses yang sama menjadi seorang PNS di BPK sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016.
Penanggung Jawab Isu Disabilitas LBH Padang, Diki Rafiqi, menyebut BPK telah hilang hati nurani. Ia menilai Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1997 tentang Pengujian Kesehatan PNS dan Tenaga-tenaga lainnya yang dijadikan acuan oleh BPK RI untuk merevisi pemberhentian Alde tidak berpihak pada disabilitas, karena aturan yang lama dan tidak sesuai dengan UU Penyandang Disabilitas.
"Kami menuntut Presiden Joko Widodo menunjukkan keberpihakan kepada disabilitas daam kasus ini," kata Diki.
Diki menuturkan, Jokowi pada peringatan Hari Disabilitas pernah mengatakan akan memberikan kesetaraan, kesempatan, dan aksebilitas bagi penyandang disabilitas. Serta menjamin akses pendidikan, akses kesehatan, dan akses pekerjaan. "Oleh karenanya, kami saat ini msih menunggu keberpihakan Presiden kepada disabilitas. Disabilitas berhak jadi abdi negara. Disabilitas setara dengan yang lain," ujar Diki.
FRISKI RIANA