TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LBM PBNU) menyatakan vaksin AstraZeneca mubah atau boleh digunakan. LBM PBNU menyampaikan hal ini bukan hanya karena AstraZeneca tidak membahayakan, melainkan juga karena suci.
Sebelumnya, penggunaan vaksin AstraZeneca sempat menuai prokontra lantaran dianggap mengandung bahan yang berasal dari unsur babi.
"Vaksin AstraZeneca boleh disuntikkan ke dalam tubuh manusia meskipun dalam kondisi normal, apalagi dalam kondisi darurat," kata Ketua LBM PBNU Nadjib Hassan dalam keterangannya, Selasa, 30 Maret 2021.
Nadjib mengatakan, dalam forum Bahtsul Masail LBM PBNU pihak AstraZeneca telah memberikan pemaparan bahwa seluruh proses pembuatan vaksin tersebut tidak memanfaatkan bahan yang berasal dari unsur babi. Namun memang sempat terjadi pemanfaatan tripsin babi oleh pihak penyuplai, yakni Thermo Fisher, sebelum dibeli oleh Oxford-AstraZeneca.
Nadjib mengatakan Thermo Fisher memanfaatkan tripsin babi untuk memisahkan sel inang dari pelat atau media pembiakan sel, bukan sebagai campuran atau bibit sel. Adapun pelepasan sel inang dari pelat atau media pembiakan sel yang dilakukan dalam proses produksi AstraZeneca tidak lagi menggunakan tripsin babi, melainkan memakai enzim yang dibuat dari bahan yang berupa jamur.
Proses selanjutnya adalah sentrifugasi untuk mengendapkan sel dan memisahkan diri dari medianya. Media yang telah terpisah itu lantas dibuang dan sel yang sudah diendapkan itu ditumbuhkan pada tempat baru yang tidak lagi menggunakan tripsin babi.
Dari penjelasan itu, kata Nadjib, dapat dikatakan bahwa pemanfaatan tripsin dari unsur babi yang dilakukan Thermo Fisher diperbolehkan karena di-ilhaq-kan (menyamakan hukum suatu kasus yang belum dijawab oleh kitab dengan kasus serupa yang telah dijawab oleh kitab) pada rennet yang najis yang digunakan dalam proses pembuatan keju. Dia mengatakan kedua hal tersebut sama-sama bertujuan untuk ishlah.
"Atas dasar ini maka pemanfaatan semacam ini tergolong ma'fu (ditoleransi) sehingga sel yang dihasilkan tetap dihukum suci," ujar Nadjib.
Nadjib meneruskan, tahap selanjutnya yakni pembuatan bahan aktif vaksin skala besar yang dilakukan dengan cara menginfeksikan sel inang dengan bibit adenovirus dalam media berbasis air. Dia menyebut tahapan ini berfungsi memastikan telah terjadi penyucian secara sempurna, jika dalam proses sebelumnya dianggap ada unsur yang bersentuhan dengan najis, dalam hal ini tripsin babi.
Adapun tentang najis babi, forum Bahtsul Masail mengikuti pendapat rajih (kuat) menurut al-Imam al-Nawawi yang menyatakan penyucian barang yang terkena najis babi cukup dibasuh dengan satu kali basuhan tanpa menggunakan campuran debu atau tanah.
Berdasarkan uraian inilah LBM PBNU menyatakan vaksin AstraZeneca boleh digunakan bukan hanya karena tidak membahayakan melainkan juga karena suci. Nadjib mengatakan pandangan fikih ini disampaikan untuk menjadi pegangan bagi warga NU secara khusus dan umat Islam Indonesia pada umumnya. "Masyarakat tak perlu meragukan kemubahan vaksin AstraZeneca ini. Bahkan masyarakat perlu membantu pemerintah memberikan informasi yang benar tentang vaksin ini," kata Nadjib.
BUDIARTI UTAMI PUTRI
Baca: Ini Penjelasan Soal Penghentian Sementara Pemakaian Vaksin AstraZeneca di Sulut