TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah organisasi masyarakat sipil, akademisi, dan tokoh masyarakat mengutuk kekerasan yang terjadi terhadap jurnalis Tempo, Nurhadi saat meliput kasus suap pajak yang tengah diusut Komisi Pemberantasan Korupsi. Mereka menuntut polisi agar menindak pelaku kekerasan tersebut.
“Atas peristiwa ini, kami mendesak agar Kapolda Jawa Timur Irjen Nico Afinta untuk menindaklanjuti kasus kekerasan terahdap Jurnalis Tempo dan memeriksa semua anggotanya yang terlibat,” kata perwakilan masyarakat sipil, Rizki Yudha lewat keterangan tertulis, Ahad, 28 Maret 2021.
Mereka meminta setelah semua berkas penyidikan lengkap, pelakunya harus dibawa ke pengadilan untuk menerima hukuman yang setimpal. Selain itu, masyarakat sipil meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memerintahkan Divisi Profesi dan Pengamanan Mabes Polri untuk memproses pelaku, berdasarkan disiplin profesi, serta memastikan kasus ini adalah aksi kekerasan terakhir yang dilakukan polisi terhadap jurnalis.
Nurhadi mengalami kekerasan berupa penganiayaan dan penyekapan pada Sabtu, 27 Maret 2021. Saat itu, dia sedang menjalankan tugas untuk meminta konfirmasi dari mantan Direktur Pemeriksaan Dirjen Pajak Angin Prayitno Aji yang disebut berstatus tersangka KPK dalam kasus suap rekayasa pemeriksaan pajak beberapa perusahaan.
Penganiayaan terjadi ketika sejumlah pengawal Angin menuduh Nurhadi masuk tanpa izin ke acara pernikahan anaknya di Gedung Graha Samudera Bumimoro, Surabaya. Meski sudah menjelaskan bahwa dirinya sedang menjalankan tugas sebagai jurnalis, Nurhadi ditampar, dipiting, dipukul di beberapa bagian tubuhnya. Bahkan untuk memastikan Nurhadi tidak melaporkan hasil reportasenya, dia juga ditahan selama dua jam di hotel di Surabaya.
Rizki dan gabungan masyarakat sipil menyatakan kekerasan itu adalah pelanggaran tindak pidana. Mereka menilai penganiayaan itu melanggar Pasal 170 KUHP mengenai pengeroyokan dan Pasal 18 Ayat 1 UU Pers tentang tindakan yang menghambat tugas jurnalistik. Ancaman hukuman dari perbuatan itu adalah lima tahun enam bulan penjara.
Selain kepada polisi, masyarakat sipil meminta Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban Komisi Nasional untuk Hak Asasi Manusia dan Dewan Pers untuk meberikan perlindungan bagi korban dari ancaman kekerasan lebih lanjut dan mengawal proses hukum atas kasus ini. Mereka meminta semua pihak menghormati kerja jurnalistik yang dilindungi UU Pers, demi terjaminnya aliran informasi yang terbuka dan akurat untuk publik.
Mereka yang meneken petisi berisi tuntutan ini adalah LBH Pers, LBH Jakarta, KontraS, YLBHI, ICJR, Pusako Andalas, AJI Jakarta, Imparsial, ICW, Indonesian Center for Environmental Law, dan Jaringan Advokasi Tambang. Sementara tokoh yang ikut meneken petisi antara lain, advokat Saor Siagian; Siti Maimunah, Tim Kerja Perempuan dan Tambang; Feri Amsari, Fakultas Hukum Universitas Andalas; Herlambang P. Wiratraman, akademisi FH Unair; dan Charles Simabura, Fakultas Hukum Andalas.