TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Doni Monardo mendapat penganugerahan gelar Doktor Honoris Causa dari Institut Pertanian Bogor. Rencana pemberian gelar doktor kehormatan kepada Ketua Satgas Covid-19 ini terungkap sejak Oktober 2020. Rektor IPB Arif Satria ketika itu mengatakan, pemberian gelar ini disetujui dalam rapat pleno Senat Akademik IPB, pada Selasa, 20 Oktober 2020.
Doni dinilai pantas memperoleh pengakuan dan penghargaan atas karya, prestasi, dedikasi, dan kontribusi yang luar biasa dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, serta atas pengabdian dan jasanya yang luar biasa bagi kemajuan pendidikan, pembangunan dalam arti luas, dan kemanusiaan.
Dalam acara penganugerahan gelar itu, Doni menyinggung pentingnya pohon untuk mengurangi kerusakan saat ada bencana alam. Salah satu pohon yang membuatnya tertarik adalah trembesi. Ia menyebut ketika bertugas di Paspampres mulai tahun 2001 dari era kepemimpinan Presiden Gus Dur, Megawati, hingga SBY, dia sering berkunjung ke berbagai daerah. Saat kunjungan itu, ia mendapati di sekitar bangunan pemerintah peninggalan Belanda, setidaknya ada tiga jenis pohon yaitu: Trembesi, Asam, dan Beringin.
"Diperkuat dengan hasil penelitian Dr. Endes N. Dahlan, Dosen Fakultas Kehutanan IPB, yang mengatakan bahwa pohon Trembesi adalah penyerap polutan terbaik. Satu pohon Trembesi yang lebar kanopinya telah mencapai 15 m, mampu menyerap polutan atau gas CO2 sebanyak 28,5 ton per tahun," ujarnya dalam orasi tersebut, Sabtu 27 Maret 2021.
Doni menyebut pohon tersebut termasuk jenis tanaman die hard. Dapat tumbuh di tempat yang tandus dan di tempat yang lembab atau basah, di daerah tropis yang tumbuh hingga ketinggian 600 meter diatas permukaan laut. Oleh sebab itu sangat cocok untuk penghijauan kota. Selain Trembesi, ia juga membudidayakan pohon endemik langka Indonesia lainnya seperti Ulin, Eboni, Torem, Palaka, Rao, Cendana, dan Pule yang sudah sulit ditemukan.
Baca: Doni Monardo Puji Megawati yang Tahu Banyak Soal Tanaman
"Pohon Palaka saya jumpai di Maluku. Usia pohonnya diperkirakan 400 tahun, dengan keliling banir sekitar 30 rentang tangan orang dewasa, dan ketinggiannya mencapai 40 meter. Demikian juga Pule yang saya temukan di Markas Lantamal Ambon. Diameter batangnya lebih dari 3 meter. Dengan ketinggian sekitar 30 meter. Pohon ini mungkin menjadi salah satu saksi sejarah kejadian gempa dan tsunami yang melanda Ambon pada tahun 1674 sesuai dengan tulisan Rumphius," ujarnya.
Berkat pengetahuan tentang tanaman, Doni menuturkan terbantu ketika ditugaskan sebagai Kepala BNPB. Untuk mitigasi daerah longsor dengan kemiringan lereng diatas 30 derajat, bisa menanam beberapa jenis pohon berakar kuat seperti Sukun, Aren, Alpukat, dan Kopi. Untuk lahan rawan longsor dengan kemiringan yang lebih curam, bisa ditanam Vetiver atau akar wangi. Dalam upaya menghindari kerusakan akibat kebakaran hutan dan lahan, kata dia, bisa menanam pohon Laban, Sagu, dan Aren. Adapun untuk mereduksi dampak tsunami, bisa menanam pohon Palaka, Beringin, Butun, Nyamplung, Bakau, Waru, Jabon, Ketapang dan Cemara Udang yang memiliki akar kuat.
"Ada banyak jenis vegetasi di tanah air, bila dimanfaatkan secara maksimal, dapat mengurangi risiko timbulnya korban jiwa ketika terjadi bencana. Mitigasi berbasis ekosistem harus menjadi strategi utama kita dalam menghadapi potensi bencana, mengingat Bank Dunia menyebutkan bahwa Indonesia adalah salah satu dari 35 negara dengan tingkat risiko ancaman bencana tertinggi di dunia," ucap Doni Monardo.