TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Ikatan Alumni Universitas Indonesia (ILUNI UI) Andre Rahadian mengatakan kondisi demokrasi semakin terancam. Ia mengatakan, ada berbagai bentuk oligarki kekuasaan baik di tingkat pusat maupun daerah.
"Berbagai isu dan wacana yang timbul belakangan ini sudah mengkhawatirkan dan mengancam demokrasi yang jadi cita-cita reformasi," ujar Andre dalam keterangan tertulis, Rabu, 24 Maret 2021.
Hal ini, kata dia, tercermin dari adanya stigma terhadap suara yang berbeda sebagai lawan. Selain itu, wacana perubahan masa jabatan presiden dan keributan dalam partai politik yang melibatkan pihak lingkar kekuasaan, ikut menjadi ancaman demokrasi.
Pendiri Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Bivitri Susanti mengamini hal ini. Pasalnya, ia melihat saat ini hampir tidak ada pandangan yang berlawanan dengan pemerintah pusat. Kasus kongres luar biasa Partai Demokrat, kata dia jadi contoh konkret dari bacaan indeks demokrasi.
"Isunya ada dua, satu pengambil alihan partai oleh pihak luar, yang kedua benturan kepentingan. Ini conflict of interest yang nyata sekali antara ketua hasil 'KLB' dengan pemerintah," ujar Bivitri.
Ia menyebut fokus kerja DPR dan pemerintah terpecah untuk hal-hal yang tidak berdampak langsung dengan kepentingan rakyat. Salah satunya, DPR dan pemerintah malah ribut dengan wacana amandemen.
Bivitri mempertanyakan implikasi hukum konkret dari wacana amandemen tersebut. Selain itu, implikasi hukum dari wacana masa jabatan presiden tiga periode juga jadi tanda tanya. Menurutnya, perubahan generasi kepemimpinan jadi terancam, serta oligarki menginginkan kekuasaannya terus menerus dipelihara.
"Bukan masalah Pak Jokowi tapi apa yang ada di sekelilingnya. Enggak ada yang omongin sebelum ini, tapi tiba-tiba elit politik yang membicarakan. Harus diperhatikan betul siapa yang membicarakannya," kata Bivitri.
Sementara itu, Anggota Dewan Pembina Perludem, Titi Anggraini, mengatakan studi dari Global State of Democracy international (IDEA), menunjukkan dua persoalan besar praktik demokrasi di Indonesia. Persoalan pertama adalah angka korupsi, dan yang kedua adalah kesetaraan gender (gender equality).
Baca juga: Demokrat Sebut Masa Jabatan Presiden 3 Periode Berpotensi Merusak Demokrasi