INFO NASIONAL - Sejalan dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor 206/PMK.07/2020 tanggal 17 Desember 2020 tentang Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi, Bea Cukai membuka forum diskusi optimalisasi pemanfaatan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) 2021 dengan pemerintah daerah. Forum tersebut digagas untuk menampung aspirasi pemerintah daerah, melakukan pendekatan secara personal, dan membahas tuntas PMK 206/PMK.07/2020.
DBHCHT sendiri merupakan dana yang bersifat khusus dari pemerintah pusat yang dialokasikan ke pemerintah daerah (pemerintah provinsi ataupun pemerintah kabupaten/kota) yang merupakan penghasil cukai hasil tembakau dan/atau penghasil tembakau.
Kepala Seksi Humas Bea Cukai, Sudiro, pada Rabu, 24 Maret 2021 menyebutkan peran Bea Cukai dalam pemanfaatan DBHCHT ini. Dirinya menjelaskan, Bea Cukai merupakan perantara untuk melakukan monitoring, evaluasi, dan mengawasi agar pemanfaatan DBHCHT dilaksanakan secara tepat sasaran.
“Oleh karena itu, kami berupaya membantu pemerintah daerah mengoptimalkan pemanfaatan DBHCHT sesuai dengan proporsi penggunaannya, yaitu sebanyak 50 persen untuk digunakan di bidang kesejahteraan masyarakat, 25 persen di bidang kesehatan dan 25 persen lagi di bidang penegakan hukum,” ujar Sudiro.
Dia menambahkan, pihaknya juga mengajak pemerintah daerah untuk dapat mengarahkan para pelaku usaha maupun konsumen untuk menjual atau mengkonsumsi barang kena cukai yang legal, serta menekan peredaran barang kena cukai ilegal.
Kantor-kantor pelayanan Bea Cukai yang telah aktif membuka forum DBHCHT, di antaranya Bea Cukai Magelang, Bea Cukai Semarang, Bea Cukai Pasuruan, Bea Cukai Jember, Bea Cukai Medan, dan Bea Cukai Madura.
“Pada umumnya, kantor-kantor tersebut membahas bagaimana agar alokasi DBHCHT dapat lebih optimal. Selain itu, turut dibahas kendala yang mungkin timbul dan juga solusinya. Dengan dilaksanakan koordinasi ini diharapkan pengalokasian DBHCHT tiap-tiap daerah dapat semakin optimal, kesejahteraan masyarakat terjamin, dan skor penilaian daerah tersebut semakin maksimal,” katanya.
Sudiro pun menyebutkan salah satu contoh pemanfaatan DBHCHT yang tepat sasaran adalah penyelenggaraan sosialisasi ketentuan di bidang cukai oleh Bea Cukai Jawa Timur II bersama Pemerintah Provinsi Jawa Timur yang berlangsung pada 16 Maret 2021 lalu. Sosialisasi yang dilaksanakan sebagai bentuk komitmen memerangi sekaligus menekan peredaran rokok ilegal ini, dihadiri oleh ratusan warga dari kota Malang yang bersinggungan langsung dengan industri rokok.
“Kedua pihak menegaskan bahwa dengan mengkonsumsi, menjual, mendistribusikan rokok yang legal, masyarakat ikut menyumbang penerimaan negara,” kata Sudiro.
Dia menegaskan, pihak-pihak yang mengedarkan, menjual, atau menawarkan rokok yang tidak dilekati pita cukai, atau dikenal dengan istilah rokok polos atau rokok putihan, dapat dikenakan ancaman pidana penjara minimal satu tahun, maksimal lima tahun. Pidana denda minimal dua kali nilai cukai, dan maksimal sepuluh kali nilai cukai.
“Sosialisasi seperti ini penting agar semua paham, sehingga komitmen untuk memerangi rokok ilegal menjadi komitmen bersama," ujarnya.
Untuk pemanfaatan DBHCHT di Provinsi Jawa Timur sendiri, Sudiro menyebutkan telah memperoleh nilai 4 (baik) dari maksimal 5. Hal ini menurutnya perlu diapresiasi, sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 139/PMK.07/2019 tentang Pengelolaan Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, dan Dana Otonomi Khusus, memberikan kewenangan kepada Bea Cukai untuk menetapkan data capaian kinerja penerimaan cukai pemerintah daerah sebagai salah satu dasar perhitungan alokasi DBHCHT yang nantinya disampaikan kepada Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan.
“Kantor Wilayah Bea Cukai Jawa Timur I dan II memberikan nilai 4 kepada Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Kami mengapresiasi kinerja pemprov dan berharap di tahun ini pemanfaatan DBHCHT semakin optimal dan sesuai sasaran,” ujar Sudiro. (*)