TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi II DPR RI Guspardi Gaus mengapresiasi Menteri Agraria dan Tata Ruang atau Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sofyan Djalil yang menerima masukan agar menunda kebijakan sertifikat tanah elektronik.
Guspardi meminta agar BPN menyempurnakan norma hukum aturan tersebut untuk menghindari terjadinya salah persepsi. Menurut dia, masyarakat resah dengan terbitnya beleid itu karena khawatir dengan penarikan sertifikat fisik dan diganti dengan sertifikat tanah elektronik.
Politikus Partai Amanat Nasional ini menilai, sertifikat tanah fisik saja masih mempunyai persoalan, seperti adanya tumpang tindih kepemilikan, pemalsuan, dan sengketa tanah. Dia mengatakan rumusan norma yang menjadi sumber keresahan publik ialah Pasal 16 ayat (3) Permen ATR/BPN 1/2021.
Pasal itu berbunyi, "Kepala Kantor Pertanahan menarik Sertifikat untuk disatukan dengan buku tanah dan disimpan menjadi warkah pada Kantor Pertanahan". Lalu di Pasal 16 ayat (4) menyebutkan "Seluruh warkah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan alih media (scan) dan disimpan pada Pangkalan Data".
"Warkah merupakan dokumen yang menjadi alat pembuktian data fisik dan yuridis pertanahan yang telah dipergunakan sebagai dasar pendaftaran tanah," tutur Guspardi.
Ia mengingatkan pada Menteri Sofyan Djalil agar penerapan sertifikat tanah elektronik tidak boleh menggantikan sertifikat tanah fisik. Seharusnya, tuturnya, penerapan sertifikat tanah digital atau elektronik dijadikan sebagai bagian untuk mencadangkan dan memperkuat sertifikat fisik yang berlaku selama ini.
"Tanpa sertifikat elektronik saja masyarakat sudah resah. Jadi lebih baik ditunda saja dan dilakukan evaluasi dan perevisian terhadap berbagai hal mengenai sertifikat elektronik," ucap Guspardi.
Sebelumnya, Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sofyan Djalil menuturkan kebijakan sertifikasi tanah elektronik masih dalam tahap uji coba. Uji coba menyasar wilayah Jakarta, Surabaya, dan beberapa kantor pertanahan lainnya.
Pada tahap pertama uji coba pemerintah melakukan pendataan terhadap bangunan milik negara dan aset-aset perusahaan besar. Selama masa uji coba, Kementerian ATR/BPN terus mengevaluasi keamanan dokumen sertifikat tanah elektronik dengan menggunakan standar internasional.
Baca juga: Kebijakan Sertifikat Tanah Elektronik, KPA: Melanggar Aturan Lebih Tinggi