TEMPO.CO. Jakarta - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komisaris Jenderal Boy Rafli Amar berharap Peraturan Presiden Pelibatan Tentara Nasional Indonesia dalam Penanganan Terorisme tak akan menimbulkan tumpang tindih dengan lembaganya. Hal ini disampaikan Boy menjawab pertanyaan Wakil Ketua Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Pangeran Khairul Saleh tentang Perpres tersebut.
"Kami melihat mudah-mudahan dengan aturan yang ada ini tidak akan tumpang tindih," kata Boy Rafli dalam Rapat Dengar Pendapat di Komisi III DPR, Senin, 22 Maret 2021.
Boy mengatakan, Perpres Pelibatan TNI dalam Penanganan Terorisme itu telah melalui proses harmonisasi. Boy berujar BNPT pun ikut dalam pembahasan Perpres tersebut oleh Komisi III DPR serta di Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan.
Maka dari itulah, Boy berharap tak akan ada tumpang tindih antarlembaga dalam penanganan terorisme nantinya. Potensi tumpang tindih kewenangan ini sebelumnya dikhawatirkan banyak pihak.
Menurut Boy, Perpres telah mengatur spektrum ancaman kapan TNI perlu dilibatkan dalam penanganan terorisme. Yakni ketika kejahatan terorisme yang terjadi berintensitas tinggi sehingga memerlukan pelibatan aparat pertahanan tersebut secara nyata.
"Dan di dalam Perpres tersebut diatur, termasuk tentu adanya persetujuan secara politik dari Bapak Presiden dan DPR," ujar Boy.
Boy melanjutkan, dalam konteks pencegahan, TNI dapat terlibat secara langsung. Misalnya melalui kegiatan pembinaan kepada masyarakat dalam lingkup tugas teritorial mereka, hingga kegiatan intelijen untuk deteksi dini.
Dia mengatakan TNI akan bekerja secara rutin untuk memberikan masukan secara berjenjang potensi-potensi ancaman terorisme yang ada. "Namun demikian di dalam konteks yang sifatnya penindakan maka tentu harus ada persetujuan dari Bapak Presiden," kata Kepala BNPT Boy Rafli Amar menegaskan.