TEMPO.CO, Jakarta - Bekas Menteri Sosial, Juliari Batubara, disebut mengelola 1,6 juta paket dari total 1,9 juta paket bansos. Paket pengadaan tersebut untuk penanganan Bantuan Sosial Penanganan Covid-19 pada Kementerian Sosial tahun Anggaran 2020 berupa pengadaan Bantuan Sosial Sembako pada Juni dan Juli 2020.
"Saya dan saudara Matheus Joko Santoso pernah mendapat arahan di rumah dinas menteri dan di kantor," kata Adi Wahyono, Kepala Biro Umum Kementerian Sosial saat diperiksa KPK.
Adi menjelaskan bahwa sisanya dikelola oleh PPK untuk kepentingan Bina Lingkungan terhadap vendor-vendor mengajukan langsung penawaran. "Adapun besaran komitmen pembayaran yang harus disetorkan oleh vendor adalah senesar Rp 10 ribu per paket sebagaimana arahan pak menteri," ujarnya.
Dalam sidang di Tipikor pada Senin 8 Maret lalu, Pembuat Komitmen (PPK) pengadaan bansos sembako Covid-19 pada Direktorat Perlindungan Sosial Korban Bencana Sosial Kementerian Sosial, Matheus Joko Santoso mengungkap bahwa Juliari Batubara menargetkan penerimaan Rp35 miliar dari pengadaan paket bantuan sosial atau bansos Covid-19 di Kementerian Sosial. "Dalam BAP saudara No 78 saudara mendapat penyampaian dari Pak Adi bahwa beliau mengatakan beliau dan Kukuh akan mengumpulkan uang sebesar Rp35 miliar sesuai permintaan Juliari Batubara, kemudian saudara baru bisa mengumpulkan tepatnya Rp14,7 miliar betul?" tanya jaksa penuntut umum KPK, M Nur Azis, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin 8 Maret 2021.
"Iya, saya berikan buku catatan fee ke Pak Adi lalu Pak Adi serahkan ke Pak Menteri," jawab Matheus Joko Santoso.
Baca: Kasus Bansos, KPK Dalami Pemberian Uang ke Juliari Batubara Lewat 2 Vendor
Ia bersaksi untuk dua orang terdakwa, yaitu untuk Harry Van Sidabukke, yang didakwa menyuap Juliari Batubara senilai Rp1,28 miliar dan Ardian Iskandar Maddanatja, yang didakwa memberikan suap senilai Rp1,95 miliar terkait penunjukkan perusahaan penyedia bantuan sosial sembako Covid-19.
Adi Wahyono merupakan Kuasa Pengguna Anggaran Satuan Kerja Kantor Pusat Kementerian Sosial tahun 2020 dan Pejabat Pembuat Komitmen pengadaan bansos sembako Covid-19. "Saya dipanggil Pak Menteri dan diminta ada fee Rp10.000 per paket agar disediakan oleh semua penyedia," ungkap Adi yang juga menjadi saksi lewat sambungan konferensi video.
Menurut dia, pada pengadaan tahap pertama, banyak vendor yang tidak bisa memenuhi target kuota yang direncanakan sehingga waktunya molor. "Di awal saya diberitahu Pak Kukuh Ari Bowo (staf khusus menteri) kalau ada permintaan dari Pak Menteri mengenai istilahnya fee atau apapun yang jelas ada permintaan itu. Ya saya kaget dan bingung karena saya ditunjuk untuk melaksanakan pekerjaan," kata dia.
Namun dia mengaku tidak menolak atau mengiyakan permintaan itu. "Saya hanya lapor ke Pak Dirjen dan Pak Sekjen, yang menyampaikan Pak Menteri langsung dan Pak Kukuh untuk memperjelas," kata dia.
Ia mengaku tidak yakin dapat memenuhi permintaan tersebut sehingga meminta pendapat Sekretaris Jenderal Kementerian Sosial, Hartono, dan Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Kementrian Sosial, Pepen Nazaruddin.
"Saya ingin atasan saya tahu dan mungkin bisa mengambil langkah karena ini bukan tanggung jawab saya, saya hanya melaksanakan pekerjaan tapi yang itu ada risikonya," kata dia.
Saat dia mengungkapkan permintaan fee ke Joko, ternyata Joko sudah mengumpulkan sekitar Rp8 miliar dari tahap I bansos. "Dia (Joko) sampaikan sebagian ada yang membantu ada yang gak beri, tahap pertama jumlahnya sekitar Rp8 miliar," kata dia.
Sedangkan Santoso mengatakan permintaan fee itu dilakukan karena Kementerian Sosial tidak mendapat uang untuk membiayai penyelenggaraan bansos. "Tidak ada dana operasional untuk menjalankan kegiatan ini jadi bansos hanya murni untuk bantuan, tidak ada anggaran monitoring, tim kerja, rapat makan operasional, saat WFH mau tidak mau kalau tidak jalan saya terima," kata dia. Mereka berdua pun mengaku penentuan perusahaan berasal dari referensi orang-orang dalam rapat.