TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pernah merekomendasikan soal pengelolaan Fly Ash Bottom Ash atau limbah batu bara di PLTU. Hasil telaah tersebut dituangkan dalam policy brief tentang pengelolaan FABA agar lebih bermanfaat dan memberikan nilai ekonomi.
“Hasil telaah dan rekomendasinya telah kami sampaikan ke Presiden pada 20 November 2020,” kata Plt Juru Bicara KPK Bidang Pencegahan Ipi Maryati, lewat keterangan tertulis, Kamis, 18 Maret 2021.
Ipi tidak menjelaskan isi dari rekomendasi dari KPK kepada Jokowi. Dia mengatakan hasil telaah akan segera disampaikan kepada masyarakat dalam waktu dekat.
Tempo memperoleh salinan rekomendasi tersebut. Surat bertanggal 20 November itu ditandatangani oleh Ketua KPK Firli Bahuri.
Dalam suratnya, KPK merekomendasikan agar limbah batu bara dicabut dari kategori B3. KPK menyebutkan berdasarkan studi literatur, negara seperti Jepang, Korea Selatan, Amerika Serikat, Australia, Cina dan negara Eropa lainnya FABA sudah dimasukan dalam kategori Non Limbah B3.
Atas dasar telaah literatur itulah, KPK merekomendasikan agar limbag batu bara dicabut dari daftar limbah B3. KPK beralasan dengan pencabutan itu potensi korupsi dari sektor perizinan dapat dihindari, biaya produk pembangkitan listrik PT PLN menurun dan potensi manfaat FABA untuk sektor industri lain dengan estimasi nilai Rp 300 triliun dapat direalisir.
Kebijakan pencabutan limbah batu bara dari daftar B3 itu ditentang oleh banyak pegiat lingkungan. Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Nur Hidayati menganggap pemerintah sedang meningkatkan resiko kematian di tengah Covid-19. Nur mengatakan limbah tersebut memberikan dampak buruk kepada lingkungan dan masyarakat dalam jangka panjang. Walhi menemukan setidaknya 15 anak di Jawa Tengah yang tingal dalam jarak 100 meter dari penampungan batu bara mengidap bronktis.
Baca juga: Limbah Batu Bara Dihapus dari Kategori B3, Walhi: Yang Sorak-sorai Investor