INFO NASONAL- Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) melalui Ditjen Bina Administrasi Kewilayahan memfasilitasi penanganan permasalahan pertanahan di Ciledug, Kota Tangerang. Rapat fasilitasi dan koordinasi itu dipimpin langsung Direktur Kawasan, Perkotaan dan Batas Negara, Thomas Umbu Pati di Ruang Rapat Ditjen Bina Administrasi Kewilayahan, Lantai 6, Gedung H, Kemendagri, Jakarta Pusat, Selasa 16 Maret 2021.
“Kita lakukan rapat koordinasi ini untuk membahas pemblokiran akses keluar/masuk keluarga Hadiyanti di Ciledug, Kota Tangerang,” ujar Thomas.
Hadiyanti bersama anaknya, Anna Melinda, yang memiliki rumah di Jalan Akasia II RT04/03 Kampung Tajur, Kecamatan Ciledug terisolir akibat tembok beton yang dipasang oleh pemilik lahan yang mengelilingi rumahnya. Hadiyanti bersengketa dengan tetangganya, Rully yang memperoleh tanah melalui pewarisan dari H. Anas.
Rully sebagai pihak yang bersengketa memiliki tanah di sebelah tanah milik Hadiyanti. Rully mempermasalahkan lahan seluas 2,5 x 200 meter yang digunakan sebagai jalan.
Lahan selebar 2,5 meter tersebut merupakan separuh dari jalan selebar 5 meter yang dihibahkan bersama oleh H. Anas dan warga pada 1990. Klaim kepemilikan tersebut dilakukan oleh Rully dengan membangun beton sepanjang 200 meter dengan tinggi 2 meter. “Jadi permasalahannya soal akses keluar masuk seorang warga yang terhalang oleh beton yang berfungsi menandakan kepemilikan lahan, ” kata Thomas.
Dalam Pasal 6 UUPA disebutkan setiap hak atas tanah memiliki fungsi sosial. Hal ini diperkuat dalam aspek keperdataan dalam Pasal 667 KUH Perdata yang berbunyi: pemilik sebidang tanah atau pekarangan, yang demikian terjepit letaknya antara tanah-tanah orang lain, sehingga ia tak mempunyai pintu keluar ke jalan atau parit umum, berhak menuntut kepada pemilik-pemilik pekarangan tetangganya supaya memberikan jalan kepadanya melalui pekarangan pemilik tetangga itu, dengan mengganti ganti rugi yang seimbang.
Fungsi sosial pada suatu bidang tanah mencakup pemberian akses jalan dalam hal bidang tanah tersebut memutus akses keluar/masuk masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 2607 K/PDT/2013. “Jalan umum bukanlah objek pendaftaran hak atas tanah sehingga tidak dapat terbit sertipikat atas tanah terhadap jalan tersebut,” ujar Thomas.
Kantor Pertanahan Kota Tangerang telah menunjukkan warkah sertipikat yang dimiliki Rully kepada Pemerintah Kota Tangerang. “Dalam warkah tersebut ditemukan fakta bahwa tanah seluas 2,5 x 80 meter persegi yang diklaim oleh Sdr. Rully tidak termasuk bidang tanah yang dimiliki oleh Sdr. Rully. Tanah seluas 2,5 x 80 meter persegi tersebut telah dihibahkan oleh orangtua Sdr. Rully untuk pembangunan jalan sebelum didaftarkan ke Kantor Pertanahan Kota Tangerang,” kata Thomas.
Atas dasar warkah tersebut, Pemkot Tangerang akan melaksanakan eksekusi pembongkaran bangunan tembok berdasarkan UU Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan dan Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Ketertiban Umum, yang melarang setiap orang mengganggu fungsi jalan. Bahkan, Walikota Tangerang telah membuat Surat Perintah Pembongkaran yang akan dipimpin oleh Kapolres Kota Tangerang.
Menurut Thomas, instrumen hukum yang mendukung tindakan Pemerintah Kota Tangerang untuk membongkar bangunan tembok sudah mencukupi. PP 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah juga mengatur langkah-langkah yang mendukung Pemkot Tangerang. (*)