TEMPO.CO, Jakarta - Amnesty International Indonesia mengapresiasi komitmen Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md, untuk segera menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia. Meski begitu, Amnesty meminta agar komitmen ini tak hanya sebatas janji belaka.
"Saya kira komitmen itu sudah lama dinantikan. Kami sangat menghormati komitmen-komitmen yang disampaikan. Namun demikian, kami mempertanyakan mengapa komitmen itu hingga kini belum juga direalisasikan," kata Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid saat dihubungi Tempo, Selasa, 16 Maret 2021.
Usman mengatakan bahwa hal ini terlihat dari belum adanya satu pun berkas penyelidikan Komnas HAM yang ditindaklanjuti dengan penyidikan oleh Jaksa Agung. Apalagi sampai diajukan ke pengadilan HAM.
Pemerintah lewat Kejaksaan Agung, kata Usman, seharusnya perlu membentuk tim penyidik Ad Hoc, sesuai dengan Pengadilan HAM. "Isinya terdiri dari unsur kejaksaan, unsur non-kejaksaan, ahli yang independen dan perwakilan masyarakat," kata Usman.
Selain itu, Usman juga melihat stakeholder lain belum menunjukkan keseriusannya untuk ikut dalam penyelesaian ini. Salah satunya, DPR yang juga belum terlihat komitmennya untuk mengeluarkan rekomendasi kepada presiden untuk pembentukan pengadilan Ad Hoc.
Mahfud Md sebelumnya menyatakan pemerintah serius menyelesaikan kasus-kasus HAM berat di Indonesia. Kendati demikian, Mahfud mengakui tak membahas penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat secara mendalam bersama Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin.
Namun, Mahfud memastikan komitmen pemerintah untuk menuntaskan kasus pelanggaran HAM berat tak hanya sekedar janji.
"Sejak jaman MPR masih bisa membuat TAP MPR, lalu ketika ada Undang-Undang tentang Pengadilan HAM, Undang-Undang tentang Papua, Undang-Undang tentang Aceh, semuanya menyatakan, ada kasus-kasus yang bisa diselesaikan secara yudisial," kata Mahfud.