TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi menyita uang Rp 52,3 miliar dalam kasus korupsi ekspor benih lobster yang menyeret eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo. Uang tersebut diduga berasal dari perusahaan-perusahaan yang mendapatkan izin ekspor lobster.
"Hari ini penyidik menyita aset berupa uang tunai Rp 52,3 miliar," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri, di kantornya, Senin, 15 Maret 2021.
Ali mengatakan duit tersebut disita dari Bank BNI Cabang Gambir, Jakarta Pusat. KPK, kata dia, menduga Edhy memerintahkan Sekretaris Jenderal KKP Antam Novambar untuk membuat surat perintah tentang jaminan bank.
Selain itu, Ali mengucapkan terima kasih kepada BNI 46. "Pemberantasan korupsi membutuhkan peran serta masyarakat. KPK berterima kasih dan mengapresiasi Bank BNI 46 atas kerja sama dalam upaya penyelesaian perkara dugaan korupsi ini," kata dia.
Calon eksportir, kata dia, diharuskan menyerahkan uang sebagai garansi bank. Ali mengatakan tak ada aturan yang mengatur mengenai bank garansi tersebut. "KPK menduga ini merupakan komitmen dari eksportir benih lobster," kata Ali.
Duit-duit yang disita itu dikirim ke Komisi Pemberantasan Korupsi pada hari ini dengan menggunakan sebuah minibus. Penyerahan uang diperlihatkan di depan lobi Gedung KPK sekitar pukul 11.00 WIB. Butuh dua troli untuk mengangkut duit dengan pecahan Rp 100 ribu itu.
Dalam kasus ini, KPK menetapkan tujuh orang menjadi tersangka. Selain Edhy dan Suharjito, KPK juga menetapkan Staf Khusus Menteri KP sekaligus Wakil Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas, Safri, Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan dan Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas, Andreau Pribadi Misata, dan seorang wiraswatawan, Amiril Mukminin sebagai tersangka. Selain itu, tersangka lainnya ialah staf istri Edhy, Ainu Faqih dan pengurus PT Aero Citra Kargo, Siswadi.
KPK menduga Edhy menerima duit suap dari perusahaan yang mendapatkan izin ekspor benur. Duit tersebut diduga disalurkan kepada PT ACK, satu-satunya perusahaan yang ditunjuk untuk mengangkut benur dari Indonesia ke luar negeri. KPK menduga pemilik sesungguhnya perusahaan itu adalah Edhy Prabowo.
Baca juga: KPK Kembali Menyita Rumah Eks Stafsus Edhy Prabowo