TEMPO.CO, Jakarta - Aktivis antikorupsi sekaligus pengacara dari kantor hukum Visi Integritas, Donal Fariz, menjelaskan alasannya bergabung dengan tim hukum Partai Demokrat dalam gugatan perbuatan melawan hukum ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Kemarin, tim hukum ini mendaftarkan gugatan terhadap sepuluh mantan kader Demokrat yang ditengarai menjadi penyelenggara Kongres Luar Biasa di Deli Serdang, Sumatera Utara.
"Ada sejumlah pertimbangan mendasar kami mau menerima ajakan untuk menjadi tim hukum kasus Demokrat," kata Donal kepada Tempo, Sabtu, 13 Maret 2021.
Donal bercerita, ia diajak oleh mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bambang Widjojanto. Awalnya, kata dia, Bambang mengajak dirinya berdiskusi dan meminta pandangan terkait isu-isu hukum kontemporer seperti kasus yang dialami Partai Demokrat.
Mantan Ketua Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) ini lantas diminta untuk bergabung dalam tim hukum. Secara resmi, ia baru bergabung dalam tim hukum Partai Demokrat sekitar pekan lalu.
Donal mengatakan ia memantau pengambilalihan Partai Demokrat sejak awal Februari. Donal juga mengaku mendapat banyak informasi dari kolega-kolega yang berlatar belakang beragam tentang hal ini, termasuk dari lintas partai politik.
Menurut Donal, informasi yang ia terima itu terkonfirmasi ketika akhirnya KLB Demokrat Deli Serdang terselenggara dan Kepala Staf Presiden Moeldoko menerima pengukuhan sebagai ketua umum Demokrat. Maka dari itu, ia menilai polemik Demokrat bukan sekadar konflik internal partai politik.
"Ada variabel kekuasaan formal yang direpresentasikan oleh posisi Moeldoko sebagai KSP," ujar Donal.
Donal berujar, kasus ini tak akan menarik jika hanya melibatkan internal partai politik secara an sich. Misalnya seperti yang pernah terjadi di internal Partai Golkar, yakni dualisme perebutan kursi ketua umum antara Aburizal Bakrie dan Agung Laksono.
Persoalan Demokrat, kata Donal, jelas dan benderang melibatkan seorang pejabat setingkat menteri yang berada dalam lingkaran dalam Istana. Dia pun menilai ada potensi pembajakan demokrasi oleh negara yang melanggar konstitusi dan Undang-undang Partai Politik.
"Bukan tidak mungkin ini lebih besar dari sekadar pengambilalihan partai, tapi menuju arah okupasi negara terhadap partai politik. Disebutnya states crime of democracy. Itu ancaman paling besar dari kasus ini," ujar Donal. Dia mengimbuhkan, hal ini akan diuji dengan seperti apa keputusan pemerintah mengenai polemik Partai Demokrat.
Baca: Lagi, Eks Kader Cerita Bagi-bagi Duit di KLB Demokrat Deli Serdang