TEMPO.CO, Jakarta - Majalah Tempo terpilih menjadi salah satu media dari kawasan Asia dalam jaringan global investigasi hutan hujan atau Rainforest Investigation Network (RIN), Pulitzer Center. Tempo terpilih bersama 12 media lain dari sembilan negara yakni Brasil, Venezuela, Kongo, Kamerun, Malaysia, Filipina, Kolombia, Peru, dan Amerika Serikat.
Para wartawan tersebut akan berkolaborasi mengungkap praktik deforestasi di tiga wilayah yaitu Amerika Selatan, Kongo, dan Asia. Selama setahun, mereka bakal menulis tentang aspek kebijakan, tata kelola, korupsi, hingga rantai pasok industri yang menjadi penyebab deforestasi.
Dari Tempo, fellow yang akan terlibat adalah Bagja Hidayat, redaktur pelaksana desk investigasi Majalah Tempo. Proposal Bagja tentang proyek strategis nasional yang akan berdampak pada lingkungan dinyatakan lolos dan menyisihkan puluhan ribu proposal yang diajukan wartawan dari seluruh dunia.
Menurut Bagja, dari pelbagai proposal liputan yang diajukan para wartawan, ada satu benang merah penyebab deforestasi, yakni korupsi dan para pelakunya. Hampir semua proposal memetakan para pemain deforestasi berputar di tiga aktor: politikus, industri, dan aparatur negara. Di Amerika Latin bahkan melibatkan para pedagang senjata dan obat bius.
Mereka memanfaatkan kekuasaan yang korup untuk mengokupasi hutan tropis demi bisnis, yang legal maupun tak legal. Dari cerita mereka, kata Bagja, ada jaringan global yang bekerja karena industri saling terhubung satu sama lain. “Deforestasi di Papua atau di Amazon terhubung oleh industri multinasional yang menghasilkan produk yang kita pakai hari ini,” kata Bagja.
Bagja mengaku senang terlibat dalam jaringan global ini. Menurut dia, Indonesia layak ditengok dan menjadi perhatian dunia. Selain karena memiliki hutan hujan tropis yang luas dan menjadi benteng terakhir keragaman hayati di bumi, kekayaan itu juga terancam oleh pelbagai kebijakan yang tak ramah lingkungan, seperti pemberlakuan UU Cipta Kerja yang hendak mengutamakan bisnis untuk menggenjot ekonomi
“Dengan ikut dalam jaringan ini kita akan punya suara lebih kuat sehingga punya peluang lebih besar mengembalikan jalan pikiran pemerintah yang keliru dalam membuat pijakan membangun ekonomi,” kata Bagja.
Sebagai informasi, RIN memfokuskan proyek liputan pada isu deforestasi karena kerusakan hutan dan alam menjadi penyebab utama krisis iklim, masalah paling genting dunia hari ini. Krisis iklim adalah sumber utama masalah-masalah besar secara global, seperti pandemi virus corona, bencana alam, hingga ketimpangan.
RIN merupakan inisiatif pertama Pulitzer Center, lembaga jurnalistik non-profit paling prestisius yang berbasis di Massachusetts, Amerika Serikat. Kolaborasi sebelumnya bersifat proyek, liputan lepas media terpilih dalam isu tertentu. Dalam RIN, para wartawan akan bergabung sebagai satu tim dan merumuskan liputan, baik secara individu maupun kolaborasi, terutama isu deforestasi.
“Setiap Fellows akan melakukan proyek investigasi individual, namun saat fellows mengeksplorasi tema umum dalam laporan mereka dan mengikuti aliran dana di seluruh dunia, maka kolaborasi menjadi aspek utama dari inisiatif ini,” tulis rilis Pulitzer Center.
Baca juga: Di Balik Liputan Majalah Tempo 'Jalan Pedang Dai Kampung' yang Juara Adinegoro
ANDITA RAHMA