INFO NASIONAL – Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (Ditjen PRL) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tengah menyiapkan beberapa peraturan turunan PP Nomor 27 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Kelautan dan Perikanan.
Peraturan turunan tersebut yang meliputi perubahan status zona inti di kawasan konservasi, kriteria dan persyaratan pendirian penempatan, dan/atau pembongkaran bangunan dan instalasi di laut serta pengendalian impor komoditas pergaraman.
Sesuai dengan arahan Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono, ditetapkannya PP Nomor 27 Tahun 2021 merupakan upaya pemerintah, khususnya KKP untuk mengurai tumpang tindih regulasi yang menghambat investasi.
Selain itu, peraturan ini juga untuk melindungi sumber daya kelautan dan perikanan, seperti aturan tidak merusak terumbu karang, sehingga sumber daya kelautan dapat terjaga dan tetap berkelanjutan.
Dirjen PRL, Tb. Haeru Rahayu menegaskan zona inti di kawasan konservasi yang dapat diubah statusnya hanya dapat dilakukan demi kepentingan masyarakat yang lebih besar atau bersifat strategis nasional selama tetap memperhatikan keberlanjutan keanekaragaman hayati dan ekosistemnya. “Perubahan zona inti hanya diperbolehkan bagi kegiatan pemanfaatan yang bersifat strategis nasional dan menopang hajat hidup masyarakat yang lebih baik dengan tetap menjaga kelestarian ekosistemnya,” ujar Tebe.
Dalam perubahan zona inti, Menteri Kelautan dan Perikanan membentuk tim peneliti terpadu yang terdiri dari KKP dan kementerian/lembaga terkait, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), perguruan tinggi, pemerintah provinsi dan kabupaten serta lembaga Swadaya Masyarakat, dan publik di sekitar kawasan konservasi.
Tim ini mengusulkan kegiatan Proyek Strategis Nasional (PSN) danbertugas menyampaikan rekomendasi perubahan status zona inti dan/atau kategori kawasan konservasi kepada Menteri. “Tim peneliti terpadu akan melakukan kajian dan melaksanakan konsultasi publik. Hasil rekomendasi tim peneliti terpadu menjadi dasar bagi Menteri untuk menetapkan kembali status perubahan zona inti dan/atau kategori kawasan konservasi,” katanya.
Tebe menggarisbawahi, perubahan status zona inti dan kategori kawasan konservasi ini tidak akan mengurangi alokasi ruang untuk Kawasan Konservasi dalam Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP-3-K), Rencana Zonasi Kawasan Antar Wilayah (RZ KAW), Rencana Zonasi Kawasan Strategis Nasional Tertentu (RZ KSNT), atau pola ruang dalam rencana tata ruang laut/rencana tata ruang wilayah nasional.
“Sesuai dengan komitmen global di Aichi target 11/SDGs 14, KKP akan tetap menargetkan luas kawasan konservasi seluas 32,5 juta hektar pada 2030,” ujar Tebe.
Tebe menekankan dalam penyusunan rancangan Permen KP tentang perubahan zona inti kawasan konservasi, Ditjen PRL siap berdiskusi untuk mendapatkan pemahaman yang sama, sehingga memudahkan implementasinya.“KKP siap menerima masukan dan saran konstruktif dari semua pihak untuk kemajuan sektor kelautan dan perikanan,” katanya.(*)