Jakarta - Rapat Kerja Badan Legislasi DPR RI, pemerintah, dan Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU) DPD RI menyepakati perubahan daftar rancangan undang-undang yang masuk Program Legislasi Nasional atau Prolegnas Prioritas 2021 dan Prolegnas 2020—2024.
Salah satunya adalah RUU tentang Penghapusan Kekerasan Seksual atau RUU PKS. "Apakah perubahan Prolegnas Prioritas 2021 dan Prolegnas 2020—2024 bisa disetujui," kata Ketua Baleg DPR RI Supratman Andi Agtas dalam Raker Baleg bersama pemerintah dan DPD RI di kompleks MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Selasa, 9 Maret 2021.
Lalu seluruh anggota Baleg DPR RI menyatakan setuju perubahan Prolegnas Prioritas 2021 dan Prolegnas 2020—2024.
RUU PKS merupakan program prioritas legislasi nasional sejak tahun 2014 namun pembahasannya kerap mengalami tarik ulur dan mangkrak di Komisi VIII. Padahal, angka kekerasan seksual di Indonesia memprihatinkan.
Komnas Perempuan mengidentifikasi adanya 15 jenis kekerasan seksual yang terjadi dalam beragam konteks. Dari 15, hanya 9 jenis kekerasan seksual yang dikategorikan tindak pidana. Enam jenis lainnya tidak mempunyai unsur subyektif dan obyektif sebagaimana disyaratkan dalam pengaturan kriminalisasi hukum pidana.
Berikut pasal krusial versi Komnas Perempuan dan masyarakat sipil yang dilansir dari draf RUU PKS.
1. Pasal 12 ayat (1)
Pasal ini mengatur definisi pelecehan seksual adalah kekerasan seksual yang dilakukan dalam bentuk tindakan fisik atau non-fisik kepada orang lain, yang berhubungan dengan bagian tubuh seseorang dan terkait hasrat seksual, sehingga mengakibatkan orang lain terintimidasi, terhina, direndahkan, atau dipermalukan.
2. Pasal 13
Mengatur definisi eksploitasi seksual sebagai kekerasan seksual yang dilakukan dalam bentuk kekerasan, ancaman kekerasan, tipu daya, rangkaian kebohongan, nama atau identitas atau martabat palsu, atau penyalahgunaan kepercayaan, agar seseorang melakukan hubungan seksual dengannya atau orang lain dan/atau perbuatan yang memanfaatkan tubuh orang tersebut yang terkait hasrat seksual, dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain.
3. Pasal 14
Mengatur definisi pemaksaan kontrasepsi, yaitu kekerasan seksual yang dilakukan dalam bentuk mengatur, menghentikan dan/atau merusak organ, fungsi dan/atau sistem reproduksi biologis orang lain, dengan kekerasan, ancaman kekerasan, tipu muslihat, rangkaian kebohongan, atau penyalahgunaan kekuasaan, sehingga orang tersebut kehilangan kontrol terhadap organ, fungsi dan/atau sistem reproduksinya yang mengakibatkan korban tidak dapat memiliki keturunan.
4. Pasal 15
Mengatur definisi pemaksaan aborsi, yaitu kekerasan seksual yang dilakukan dalam bentuk memaksa orang lain untuk melakukan aborsi dengan kekerasan, ancaman kekerasan, tipu
muslihat, rangkaian kebohongan, penyalahgunaan kekuasaan, atau menggunakan kondisi seseorang yang tidak mampu memberikan persetujuan.
5. Pasal 16
Mengatur definisi perkosaan, yaitu kekerasan Seksual yang dilakukan dalam bentuk kekerasan, ancaman kekerasan, atau tipu muslihat, atau menggunakan kondisi seseorang yang tidak mampu memberikan persetujuan untuk melakukan hubungan seksual.
6. Pasal 17
Mengatur definisi pemaksaan perkawinan, yaitu kekerasan seksual yang dilakukan dalam bentuk menyalahgunakan kekuasaan dengan kekerasan, ancaman kekerasan, tipu muslihat, rangkaian kebohongan, atau tekanan psikis lainnya sehingga seseorang tidak dapat memberikan persetujuan yang sesungguhnya untuk melakukan perkawinan.
7. Pasal 18
Pasal ini mengatur definisi pemaksaan pelacuran sebagai kekerasan seksual yang dilakukan dalam bentuk kekerasan, ancaman kekerasan, rangkaian kebohongan, nama, identitas, atau martabat palsu, atau penyalahgunaan kepercayaan, melacurkan seseorang dengan maksud menguntungkan diri sendiri dan/atau orang lain.