TEMPO.CO, Jakarta - Epidemiolog dari Griffith University, Dicky Budiman, mengatakan penyebaran Sars-Cov-2 B117 yang merupakan mutasi dari Sars-Cov-2 atau mutasi Covid-19, tidak bisa dianggap remeh. Ia mendorong pemerintah untuk segera mengambil langkah-langkah pencegahan.
"Penguatan di pintu masuk. Sebaiknya di-review memang, sebelum penguatan harus di-review supaya ada dasar dan juga tiap titik itu punya potensi," kata Dicky saat dihubungi Tempo, Jumat, 5 Maret 2021.
Menurut Dicky pemerintah perlu mengevaluasi tahapan kedatangan masuk Indonesia di perbatasan dan pintu-pintu masuk. Kebijakan yang harus ditetapkan harus sesuai perkembangan, dan sesuai potensi ancaman masa kini dan ke depan.
Pendatang masuk harus melakukan PCR mandiri sebelum ke Indonesia. Setelah masuk pun, ia perlu karantina terlebih dahulu. Pendeteksian B117 yang harus menggunakan whole genome sequencing, belum umum diterapkan di Indonesia. Meski begitu, Dicky mengatakan hal ini sebenarnya perlu dilakukan untuk meminimalisir B117 masuk.
"Sekarang itu idealnya harus diperiksa whole genome sequencing. Kalau tidak bisa, ya, saya melihat ditambah isolasi karantina. Yang jelas saat ini masa karantina sekarang 5 hari, ini harus 14 hari," kata Dicky.
Dicky berujar sebenarnya hal teknis itu bisa sedikit dipermudah setelah ada vaksin. Pendatang yang telah mengantongi sertifikat habis divaksin, bisa lebih dibebaskan untuk tak menjalani karantina terlebih dahulu. Kecuali dia memiliki gejala, maka dia tetap wajib melakukan isolasi.
Dicky menyebut langkah-langkah ini bisa dilakukan untuk meminimalisir penyebaran B117 atau mutasi Covid-19 di Indonesia. Namun hal ini, kata dia, tetap perlu diimbangi dengan penguatan 3T oleh pemerintah dah pendisiplinan 5M di tengah masyarakat, serta program vaksinasi. "Untuk strain B117, potensi masih bisa atau efektif vaksin yang ada saat ini memproteksi," kata Dicky.
Baca Juga: Mutasi Virus Corona Jadi Lebih Menular Terdeteksi di Indonesia