TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia Corruption Watch (ICW) mengkritik rencana Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menerbitkan Surat Pemberitahuan Penghentian Penyidikan atau SP3.
Menurut ICW, penerbitan SP3 rawan menjadi bancakan korupsi. “Ada beberapa hal yang menjadi dasar penolakan ICW, salah satunya rawan dijadikan bancakan korupsi,” kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana, lewat keterangan tertulis, Kamis, 4 Maret 2021.
Kurnia mengatakan bukan tidak mungkin di tengah persoalan kepemimpinan KPK saat ini, penilaian kelayakan sebuah perkara didasarkan atas kepentingan. “Bukan tidak mungkin di tengah problematika kepemimpinan saat ini, penilaian kelayakan sebuah perkara didasarkan atas pandangan subyektifitas semata,” kata dia.
Kurnia mengatakan kewenangan penghentian perkara juga bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 006/PUU-1/2003 30 Maret 2004. Dalam putusan itu disebutkan adanya kekhawatiran penyalahgunaan kewenangan jika KPK diberi kemampuan SP3.
Ketiga, Kurnia juga mempersoalkan pemberian waktu 2 tahun untuk KPK bisa menghentikan penyidikan sebagaimana tercantum dalam revisi UU KPK.
Menurut dia, batasan itu ganjil, sebab sebagai kejahatan luar biasa, seharusnya kemampuan KPK menghentikan penyidikan dipersempit. Sebaliknya, dalam KUHAP justru taka da sama sekali pembatasan waktu bagi penegak hukum untuk menangani perkara.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Alexander Marwat mengatakan kemungkinan lembaganya untuk menerbitkan penghentian perkara tahun ini. Dia tidak menyebutkan kasus apa saja yang akan dihentikan. Dia mengatakan KPK akan menyisir sejumlah kasus yang masuk kriteria dihentikan.
Alex mengatakan penghentian sebuah kasus (SP3) akan melibatkan banyak pihak di KPK, termasuk ahli hukum eksternal. Penghentian akan dilakukan melalui gelar perkara, sehingga bukan hanya keputusan pimpinan saja.
Baca juga: KPK Sebut Ada 3 Kasus yang akan Dihentikan Penyidikannya