Proses perizinan kedua perusahaan itu berlangsung kilat, pengurusan analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) selesai dalam waktu kurang dari dua bulan. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sulawesi Selatan menduga hal ini diduga akibat ada orang-orang dekat Nurdin yang menikmati penambangan tersebut.
Pemilik PT Banteng Laut Indonesia diduga terkait dengan "Prof Andalan"--akronim dari Profesor Nurdin Abdullah dan Andi Sudirman Sulaiman. Setengah saham PT Banteng Laut dimiliki oleh Akbar Nugraha dan Abil Iksan, masing-masing menjabat sebagai direktur utama dan direktur.
Akbar dan Abil adalah mantan anggota tim "Prof Andalan". Akbar juga teman satu kampus putra Nurdin. Akhir 2019, Nurdin Abdullah mengangkat Akbar sebagai Ketua Badan Promosi Pariwisata Daerah Sulsel.
Abil dan Akbar juga menguasai setengah saham PT Nugraha Indonesia Timur dengan nilai Rp 125 juta. Akbar tak menjawab permintaan wawancara. Adapun saat Tempo mendatangi rumah Abil di Makassar pada 19 September 2020, seorang perempuan yang mengaku istrinya mengatakan Abil tak berada di rumah.
Seorang sumber yang mengetahui proses perizinan mengatakan dua perusahaan itu memang mendapat karpet merah. Menurut sumber ini, Nurdin Abdullah sempat menekan bawahannya untuk menekan perizinan PT Banteng Laut dan PT Nugraha. Hal ini dibantah Kepala Dinas Pengelolaan Lingkungan Hidup Provinsi Sulsel Andi Hasbullah.
Baca laporan Majalah Tempo: Jalur Kilat Tim Andalan
Operasional penambangan pasir PT Banteng Laut dan PT Nugraha berdampak terhadap kehidupan nelayan tradisional, khususnya yang bermukim di Pulau Kodingareng Lompo. Setelah penambangan berjalan, air laut mengeruh. Pengambilan pasir juga dituding merusak habitat ikan.
Para nelayan dan keluarga rutin mendemo kapal penyedot pasir di lokasi tambang sejak Juni 2020. Puncaknya, mereka berunjuk rasa di lokasi tambang pada Sabtu, 12 September 2020. Tujuh nelayan dan empat aktivis ditangkap polisi karena dituduh merusak kapal pengeruk pasir, kendati mereka bebas keesokan harinya. Namun sejak unjuk rasa itu, polisi bersenjatakan laras panjang disebut kerap berpatroli menjaga aktivitas kapal pengeruk pasir.
Nurdin Abdullah mengatakan keterlibatan mantan anggota tim suksesnya bukanlah pelanggaran hukum. Ia juga mempertanyakan relevansi kedekatan para pemilik saham perusahaan itu dengan anak kandungnya.
Nurdin pun membantah mengistimewakan perizinan PT Banteng Laut Indonesia dan PT Nugraha Indonesia Timur. "Kami berkomitmen mempermudah proses administrasi. Selama itu sesuai dengan aturan dan perundang-undangan, semua kami percepat," kata Nurdin, dikutip dari Majalah Tempo edisi 19 September 2020.
BUDIARTI UTAMI PUTRI | MAJALAH TEMPO | ANTARA