Djoko Tjandra pun mengaku tidak ada uang yang diperuntukkan untuk pejabat tinggi baik di Kejaksaan Agung maupun Mahkamah Agung. Menurut dia, upaya menyebut nama pejabat sebagai modus yang tidak bisa membuat nyaman. "Kan bahaya ada menyebut-nyebut nama pejabat, saya anggap ini suatu modus yang tidak comfortable sehingga saya putuskan tidak dilanjutkan," ujarnya.
Sebelumnya dalam sidang Pinangki, rencana aksi sempat dibeberkan. Rencana tersebut berisi 10 tahap pelaksanaan untuk meminta fatwa Mahkamah Agung (MA) atas putusan Peninjauan Kembali (PK) Djoko Tjandra dengan mencantumkan inisial BR sebagai pejabat di Kejaksaan Agung dan dan HA selaku pejabat di MA.
Biaya pelaksanaan rencana aksi itu tertulis 100 juta dolar AS. Djoko Tjandra pun mengaku Pinangki sempat meminta biaya 100 juta dolar AS.
Djoko menjelaskan ihwal munculnya biaya 100 juta dolar AS. Saat berbincang di Kuala Lumpur, Malaysia, pada 25 November ada tercetus dari Pinangki yang menanyakan biaya pembangunan hotel Ritz Carlton Kuala Lumpur. Djoko menyebut biaya pembangunan menghabiskan dana 5,5 miliar dolar AS.
"Dia (Pinangki) katakan 'wah ini gedung kebanggaan Indonesia kalau dibangun di Indonesia. Untuk Pak Djoko kalau pulang buang 100 juta dolar AS tidak apa-apa kan," sebut Djoko. Namun ia tak menanggapi omongan Pinangki tersebut.
"Jadi tidak spesifik mereka minta 100 juta dolar AS. Hanya mengatakan kalau saya pulang (ke Indonesia) buang 100 juta dolar AS tidak ada masalah," ujar Djoko Tjandra.
Baca juga: Hakim Vonis 10 Tahun Penjara, Pinangki Ajukan Banding