TEMPO.CO, Jakarta - Tim kajian Undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) akan melibatkan berbagai narasumber, termasuk pelapor dan terlapor dari tindak pidana ITE.
"Narasumber yang kami sepakati, kami akan utamakan dari klaster kelompok terlapor atau pelapor. Kami ingin mendengar apa sih yang mereka rasakan dan alami dari proses yang pernah dijalani," ujar Ketua Tim kajian, Sugeng Purnomo, lewat keterangan tertulis yang diterima Tempo, Kamis, 25 Februari 2021.
Selanjutnya, tim juga akan melibatkan kelompok asosiasi pers, dan kelompok aktivis/masyarakat/sipil/praktisi. "Hal ini untuk melihat pada saat implementasi UU ITE ini, apa yang terjadi dari pengamatan mereka," ujar Sugeng.
Tim juga akan mendengarkan masukan perwakilan DPR/Parpol hingga kelompok akademisi/pengamat dan kelompok Kementerian/Lembaga.
Sesuai timeline yang disepakati dalam rapat kedua tim kajian pada Rabu kemarin, pekan pertama ini tim akan melakukan kegiatan FGD. Lalu, pekan berikutnya akan ada rapat pembahasan yang diselenggarakan oleh Sub Tim I dan Sub Tim II, selanjutnya penyusunan laporan.
Dalam kesempatan ini, Sugeng menegaskan tim yang dibentuk Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md ini terdiri dari dua Sub Tim yang memiliki tugas kajian berbeda. Sub Tim Pertama mengkaji bagaimana implementasi aturan ITE.
Kemudian sub tim yang kedua adalah untuk mengkaji apakah benar ada pasal-pasal yang dianggap karet serta multitafsir. Sub tim dua ini nantinya yang memberikan rekomendasi perlu tidaknya dilakukan revisi.
"Sekali lagi, sub tim dua ini akan mengkaji perlu atau tidaknya dilakukan revisi. Jadi kami tidak bicara tidak ada revisi atau akan revisi (UU ITE), tapi kami akan berangkat dari pengkajian dan baru setelah itu kami akan merekomendasikan perlu tidaknya dilakukan revisi," ujar Deputi Bidang Koordinasi Hukum dan Hak Asasi Manusia Kemenkopolhukam itu.
Baca juga: Gerak Setengah Hati dari Pemerintahan Jokowi Soal Revisi UU ITE