TEMPO.CO, Jakarta - Epidemolog dari Griffith University, Dicky Budiman mengapresiasi langkah pemerintah pusat yang menetapkan pemangkasan cuti bersama 2021, dari tujuh hari menjadi dua hari. Ia mengatakan hal ini adalah langkah awal yang tepat untuk menekan laju mobilitas dan interaksi masyarakat.
"Ini suatu langkah maju, setidaknya potensi mobilitas manusia sudah dikurangi, mobilitas interaksi dan keramaiannya sudah dikurangi dengan pengurangan jumlah libur," kata Dicky saat dihubungi Tempo, Selasa, 23 Februari 2021.
Langkah jauh-jauh hari dari pemerintah ini sudah seharusnya dilakukan. Hal ini bisa membuat masyarakat lebih memiliki waktu untuk mengurungkan niat bepergiannya.
Meski begitu, ia mengingatkan bahwa hal ini harus disertai dengan upaya pencegahan lainnya berupa menemukan sejauh mungkin kasus infeksi, dengan cara deteksi dini, dengan cara testing tracing Covid-19 ditingkatkan. Selain itu, ia mengatakan pihak-pihak terkait lain juga harus senada menekan pergerakan orang.
Baca: Pemerintah Potong Jatah Cuti Bersama 2021 dari 7 Hari Jadi 2 Hari
"Jadi jangan seperti sebelumnya, dihimbau jangan keluar kota untuk berlibur, tapi diskon di perjalanan transportasi baik itu di perjalanan kereta api maupun pesawat, diskon di perhotelan dan lokasi pariwisata, kelonggaran saat bepergian. Ini yang tidak seirama," kata Dicky.
Dicky memahami pariwisata di satu sisi ingin berjalan dan masyarakat pun kerap jenuh dengan situasi pembatasan berkegiatan. Namun ia mengatakan pembatasan mobilitas dan interaksi adalah hal yang tak bisa dikompromikan.
Dalam pelaksanaan kebijakan penetapan cuti bersama 2021, ia menyarankan agar pariwisata di daerah memberlakukan pembatasan pada pengunjungnya. "Wisata yang outooor dibuat protokol kesehatan yang bisa meminimalisir. Pendatangnya dari wilayah situ, bukan dari luar kota. Sebagai bentuk kompensasi daerah, kegiatan di wilayah, tapi juga tak menambah masalah," kata Dicky.