TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengapresiasi pernyataan Presiden Joko Widodo bahwa Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik atau UU ITE harus memberikan rasa keadilan kepada masyarakat. Namun Usman mengingatkan ini tak boleh menjadi sekadar jargon.
"Langkah pertama yang harus dilakukan Presiden untuk menindaklanjuti pernyataannya sendiri adalah dengan membebaskan mereka yang dikriminalisasi dengan UU ITE hanya karena mengekspresikan pandangannya secara damai," kata Usman dalam keterangan tertulis, Selasa, 16 Februari 2021.
Usman mengatakan pemerintah wajib menghormati dan melindungi hak atas kebebasan berekspresi dan berpendapat, termasuk dari mereka yang memiliki pandangan bertentangan dengan pemerintah. Di sisi lain, ia meminta polisi menggunakan perspektif hak asasi manusia dalam menegakkan hukum agar tidak melanggar kebebasan berpendapat dan berekspresi.
Sepanjang 2020, Amnesty International mencatat setidaknya terdapat 119 kasus dugaan pelanggaran hak atas kebebasan berekspresi menggunakan UU ITE. Ada 141 orang yang menjadi tersangka, termasuk di antaranya 18 aktivis dan empat jurnalis.
Usman mengatakan ini merupakan jumlah terbanyak dalam enam tahun terakhir. Dia menyebut banyak di antara mereka dituduh melanggar UU ITE setelah menyatakan kritik terhadap kebijakan pemerintah, seperti tiga pimpinan Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Jumhur Hidayat, Anton Permana, dan Syahganda Nainggolan.
Amnesty menyambut baik niat Presiden Jokowi mengajak Dewan Perwakilan Rakyat untuk merevisi pasal-pasal bermasalah dalam UU ITE jika aturan itu tak dapat memberikan keadilan. Namun, Usman menilai perlindungan kebebasan berpendapat dan berekspresi tak cukup berhenti di revisi UU Nomor 19 Tahun 2016 itu saja.
Baca juga: SAFEnet Usul Moratorium Kasus UU ITE hingga Selesai Revisi
Usman berujar, ada pasal dalam undang-undang lain yang juga kerap digunakan untuk menjerat kebebasan berekspresi. Dia mencontohkan penggunaan pasal makar dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana untuk menjerat masyarakat Papua yang mengekspresikan pandangan secara damai.
"Menjamin keadilan di tengah masyarakat harus dilakukan secara menyeluruh dan tidak diskriminatif," kata Usman.
Usman mengingatkan, hak seluruh masyarakat atas kebebasan berekspresi dan berpendapat telah dijamin dalam Pasal 19 Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik (ICCPR) dan Komentar Umum Nomor 34 atas Pasal 19 ICCPR.
Sedangkan dalam hukum nasional, kata dia, hak ini dijamin dalam Pasal 28E ayat (3) dan Pasal 28F Undang-undang Dasar 1945 serta Pasal 23 ayat (2) UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Presiden Jokowi sebelumnya menyampaikan niat mengajukan revisi UU ITE ke DPR jika aturan itu dinilai tak dapat memberikan keadilan. Awalnya, Jokowi mengatakan belakangan ia melihat banyak warga masyarakat saling melaporkan dengan rujukan UU ITE. Namun, ada proses hukum yang dianggap kurang memenuhi rasa keadilan.
Dia pun meminta Kepolisian membuat pedoman interpretasi resmi terhadap pasal-pasal UU ITE. Di sisi lain, ia berujar Kapolri mesti meningkatkan pengawasan agar implementasi peraturan ini konsisten, akuntabel, dan berkeadilan.
"Kalau UU ITE tidak bisa memberikan rasa keadilan, ya, saya akan minta kepada DPR untuk bersama-sama merevisi UU ITE ini, karena di sinilah hulunya," kata Jokowi dalam acara Pengarahan kepada Pimpinan TNI Polri, Senin, 15 Februari 2021.