TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, mempertanyakan sikap pimpinan DPR yang tak kunjung mengagendakan rapat paripurna untuk mengesahkan daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas 2021. Lucius menilai apa yang dilakukan pimpinan DPR itu bisa disebut sebagai 'sabotase'.
"Kalau melihat apa yang kemudian muncul di publik, kuat dugaan daftar Prolegnas prioritas itu 'disabotase' karena munculnya polemik yang mendadak setelah penetapan daftar RUU prioritas di Baleg," kata Lucius ketika dihubungi, Senin, 8 Februari 2021.
Yang dimaksud Lucius adalah polemik terkait revisi Undang-undang atau UU Pemilu. Rencana perubahan UU Nomor 7 Tahun 2017 itu sebelumnya telah disepakati masuk daftar 33 Prolegnas 2021 yang ditetapkan oleh Badan Legislasi DPR bersama Menteri Hukum dan HAM serta Dewan Perwakilan Daerah pada 14 Januari lalu.
Namun belakangan, Fraksi Partai Amanat Nasional dan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan menyatakan tak ingin revisi UU Pemilu diteruskan. Sikap PAN dan PPP ini pun diikuti sejumlah fraksi lainnya. Artinya, kata Lucius, RUU Pemilu yang sudah masuk dalam daftar Prolegnas 2021 itu mesti dikeluarkan.
Baca juga: NasDem Berubah Sikap: Surya Paloh Tolak Revisi UU Pemilu, Dukung Pilkada 2024
"Nah ini yang namanya kekacauan proses yang membuat kita heran dengan DPR. Kenapa setelah daftar prioritas itu sudah ditetapkan di Baleg, fraksi-fraksi baru menyampaikan sikap?" kata Lucius.
Menurut Lucius, fraksi-fraksi semestinya sudah berkoordinasi dengan pimpinan partai saat akan menyepakati daftar 33 RUU Prolegnas prioritas 2021. Dia menilai perubahan sikap ini menunjukkan sikap fraksi-fraksi di DPR yang plin-plan.
Di sisi lain, Lucius mengatakan pimpinan DPR sebenarnya bisa saja segera mengagendakan rapat paripurna pengesahan RUU Prolegnas prioritas 2021. Jika dalam rapat paripurna nanti mayoritas fraksi menolak revisi UU Pemilu, kata dia, pimpinan DPR tinggal mengetok palu untuk mencoretnya dari daftar Prolegnas 2021.
"Tetapi itu semuanya tak dilakukan. Pimpinan lebih memilih membiarkan polemik antarfraksi mengisi waktu dengan tetap menggantung jadwal pengesahan daftar RUU prioritas 2021 sampai saat ini," kata Lucius.
Lucius mengatakan penundaan berlarut ini hanya akan merugikan publik. Sebab, ada banyak RUU Prolegnas 2021 yang ditunggu pembahasannya, seperti Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual, Masyarakat Hukum Adat, Otonomi Khusus Papua, dan Rancangan Undang-undang Perlindungan Data Pribadi.