TEMPO.CO, Jakarta - Bekas Ketua Komisi Pengawas DPP Partai Demokrat, Ahmad Yahya menilai, manuver-manuver yang mencuat terkait upaya menggeser Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dari pucuk kepemimpinan Demokrat, hendaknya dimaknai sebagai bentuk protes dan bahan introspeksi diri.
"Kalau engkau merasa dirongrong kedudukannya sebagai ketua umum, mestinya segera introspeksi diri. Undang semua senior ketemu, tanya apa salahmu, perbaiki. Sapa semua senior, jangan semua dibelakangi," ujar Ahmad Yahya kepada Tempo, Selasa, 3 Februari 2021.
Menurut Yahya, AHY terlalu berlebihan berkirim surat kepada Presiden Joko Widodo atau Jokowi. "Enggak perlu keluar, kirim surat ke Presiden Jokowi. Ini urusan internal. Apa hubungannya dengan presiden? Harusnya konsolidasi saja, perbaiki kepemimpinan," ujar mantan Ketua DPD Demokrat Sulawesi Tengah ini.
Baca juga: Moeldoko Disebut Sudah Bentuk Posko Pemenangan KLB Demokrat
Toh, lanjut Yahya, Kongres Luar Biasa (KLB) tidak akan bisa terjadi jika tidak didukung mayoritas DPC dan DPD. "Jadi ngapain panik. Ini pembelajaran bagi AHY, karena dia memang pintar, tapi pengalaman kurang".
Adapun yang dipermasalahkan AHY sebelumnya adalah dugaan keterlibatan orang di lingkaran Istana, dalam hal ini Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, yang berupaya merongrong kedudukannya. Sejumlah politikus Demokrat menyebut Moeldoko mengklaim diri mendapat restu Presiden Jokowi dalam menggalang dukungan. Untuk itu, AHY berkirim surat kepada Presiden Jokowi untuk meminta konfirmasi.
Sampai saat ini, Moeldoko tidak menjawab permintaan konfirmasi Tempo seputar pertemuan dengan kader Demokrat dan rencananya maju dalam pemilihan presiden pada 2024. Menurut anggota stafnya, ia merasa cukup memberikan keterangan melalui konferensi pers pada Senin lalu. Dia membantah adanya pertemuan tentang rencana pengambilalihan Partai Demokrat dari AHY. Namun, ia mengaku memang kerap menerima tamu dari berbagai kalangan, termasuk dari anggota Partai Demokrat.