Peneliti Muda Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Sumaryono menilai di Jawa Tengah longsor hanya sering terjadi di sejumah kota atau kabupaten tertentu saja. Sedangkan di Jawa Barat hampir semua kabupaten dan kota memiliki kerawanan longsor.
"Kalau di Jawa Tengah itu biasanya sering terjadi di Banjarnegara, kemudian Purworejo, Kebumen, Banyumas, Brebes," kata Sumaryono. Adapun longsor yang terjadi di Jawa Barat pun berpotensi banyak menelan korban jiwa karena banyak pemukiman yang dibangun di kawasan dataran miring atau lereng terjal.
"Menurut saya masih banyak kerawanan di Jawa Barat, cuma banyaknya kejadian longsor tidak banyak korban, karena gerakan tanahnya lambat, contohnya rumahnya rusak retak, belah, tapi belum longsor," kata Sumaryono.
Selain itu, menurutnya 80 persen perisitiwa longsor itu dipicu oleh adanya hujan deras. Maka di musim hujan yang dipengaruhi fenomena La Nina ini, pemerintah maupun diminta mewaspadai adanya longsor di Jawa Barat.
Berdasarkan catatan PVMBG, dari seluruh 27 kabupaten dan kota di Jawa Barat, hanya tiga daerah yang tidak masuk ke wilayah berpotensi mengalami gerakan tanah. Tiga daerah itu, yakni Kabupaten Purwakarta, Kota Depok, dan Kota Tasikmalaya.
Namun, 24 kota dan kabupaten lainnya dinyatakan masuk ke dalam daftar wilayah berpotensi mengalami gerakan tanah. Mulai dari tingkat potensi gerakan tanah Menengah, Tinggi, hingga berpotensi menimbulkan Banjir Bandang.
Sementara itu wilayah Kecamatan Cimanggung, Kabupaten Sumedang yang dilanda longsor hingga menelan 40 korban jiwa itu masuk ke wilayah yang memiliki potensi gerakan tanah Tinggi. Kendati demikian, BPBD Jawa Barat saat ini hanya menetapkan 14 daerah kabupaten dan kota yang masuk ke dalam kategori bencana risiko Tinggi. Sedangkan 13 kabupaten dan kota lainnya masuk ke dalam kategori risiko bencana Sedang.
Baca juga: BPPTKG Kerahkan Drone untuk Validasi Jarak Luncuran Awan Panas Gunung Merapi