TEMPO.CO, Jakarta - University of Pennsylvania, Amerika Serikat menempatkan Centre for Strategic and International Studies (CSIS) di peringkat 12 dunia sebagai best Foreign Policy and International Affairs Think Tank pada 2020. Ini merupakan lonjakan peringkat yang signifikan dari CSIS setelah sebelumnya menempati peringkat 30 pada 2019.
"Kita senang karena berarti apa yang dilakukan CSIS sebagai think tank (badan pemikir) yang berorientasi pada riset dan kebijakan itu mendapat apresiasi. Karena itu adalah ranking global, artinya apa yang dilakukan CSIS di luar negeri itu mendapat apresiasi," kata Direktur Eksekutif CSIS Philips J Vermonte, saat dihubungi Tempo, Sabtu, 30 Januari 2021.
Philips mengatakan CSIS saat ini banyak juga diisi oleh peneliti-peneliti muda yang memiliki dasar riset dan jaringan yang kuat di dunia internasional. Ia menilai hal ini yang membuat CSIS semakin dikenal dan dapat melebarkan jaringannya.
Selain itu, Philips mengatakan di tengah masa pandemi Covid-19, CSIS justru berhasil lebih produktif. Situasi pandemi global yang baru bagi masyarakat membuat isu yang harus dihadapi juga baru.
Hal ini, kata dia, membuat orang lebih mengapresiasi kerja badan pemikir seperti CSIS yang penelitinya kemudian dituntut cepat belajar, menganalisa, hingga membuat analisis kebijakan. "Bukan hanya soal kesehatan. Tapi juga hubungan internasional, misalkan diplomasi vaksin, recovery economy, yang itu semua dikerjakan oleh peneliti-peneliti CSIS yang multidisipliner," kata Philips.
Philips menduga alasan-alasan tersebut yang membuat University of Pennsylvania memberi apresiasi dengan menaikkan peringkat CSIS ke posisi 12 dunia. Ia mengaku cukup tersebut dengan capaian ini. Pasalnya, dari 20 besar best Foreign Policy and International Affairs Think Tank, hanya ada empat negara Asia yang masuk di dalamnya.
CSIS dari Indonesia menjadi satu-satunya lembaga yang berasal dari negara berkembang. "Ini jadi motivasi bagi CSIS untuk bekerja lebih baik lagi dan berperan lebih baik lagi ke depan, terutama terkait riset-riset kebijakan di Indonesia maupun mengenai hubungan luar negeri," kata Philips.
Baca juga: CSIS: Pekerja Lepas di Platform Digital Bisa Perkuat Ekonomi