TEMPO.CO, Jakarta - Selama dua pekan terakhir, Presiden Joko Widodo atau Jokowi bergantian berkomunikasi dengan partai koalisinya terkait rencana sebagian fraksi di DPR yang ingin Pilkada digelar 2022 dan 2023. Kepada para ketua umum dan pentolan partai, Presiden menyampaikan kehendaknya agar Pilkada tetap digelar pada 2024.
Teranyar, pada Kamis, 28 Januari 2021, Presiden meriung bersama delapan belas orang mantan juru bicara dan pemengaruh (influencer) tim pemenganannya di Pilpres 2019 di Istana Negara, Jakarta. Ditemani suguhan bakso dan pempek, Jokowi dan tetamunya berdiskusi selama dua jam.
Politikus Partai Persatuan Pembangunan Arsul Sani mengatakan, persamuhan itu membicarakan vaksinasi Covid-19, radikalisme dan moderasi beragama, serta pilkada yang akan datang.
"Khusus terkait Pilkada, Presiden meminta agar semua kekuatan politik, terutama parpol yang memiliki kursi di DPR, untuk mempertimbangkan betul soal perubahan UU Pilkada ini," kata Arsul kepada Tempo, Kamis, 28 Januari 2021.
Baca: Pengamat Sebut Anies Dapat Panggung Jika Pilkada Digelar 2022
Menurut Arsul, Presiden menyampaikan ihwal pandemi Covid-19 dan situasi ekonomi yang masih jauh dari pulih. Presiden pun menyampaikan kekhawatirannya bahwa hajatan politik pilkada yang berpotensi menimbulkan ketegangan di masyarakat justru mengganggu pemulihan sektor ekonomi dan kesehatan.
Presiden Jokowi sempat menanyakan sikap Partai Golkar yang dianggap mendukung normalisasi Pilkada pada 2022 dan 2023. Politikus Golkar Ace Hasan Syadzily dan Rizal Mallarangeng kemudian menyampaikan klarifikasi.
Ace, menurut seorang sumber, menyampaikan kepada Jokowi bahwa sikap Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto dan jajaran partai beringin sudah jelas. "Bahwa melihat realitas politik, UU Pilkada yang ada saat ini digunakan terlebih dulu sebelum dievaluasi," kata sumber ini. Ace menolak mengomentari isi pertemuan.