TEMPO.CO, Jakarta - Aktivis antikorupsi, Tama Satrya Langkun, keluar dari Indonesia Corruption Watch (ICW). Per 1 Februari 2021, Tama akan bekerja sebagai tenaga ahli di Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Tama bercerita, ia sudah terlibat dengan aktivitas organisasi nirlaba ini sejak menjadi Ketua Senat Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Jayabaya. Kini ia mencari suasana baru dengan bergabung ke LPSK.
"Saya sudah 12 tahun direkrut ICW, sudah mengabdi mungkin lebih dari itu karena saya kenal saat masih menjadi aktivis mahasiswa, jadi panjang banget lah," kata Tama kepada Tempo, Sabtu, 30 Januari 2021.
Tama mengatakan, pada Oktober 2020 ia mendapat tawaran seleksi tenaga ahli untuk pimpinan LPSK. Dia pun mengikuti proses seleksi yang cukup panjang. Hanya ada satu slot untuk mengisi kekosongan TA LPSK tersebut.
"Akhir Desember sekitar pergantian tahun saya mendapat kabar diputuskan lolos oleh LPSK," ujarnya.
Baca juga: ICW Duga Isu Taliban Dimunculkan untuk Pengalihan Kasus Bansos Covid-19
Meski keluar dari organisasi yang sudah lama ia geluti, Tama mengatakan nilai-nilai antikorupsi akan tetap melekat pada dirinya. Dia mengatakan tugas-tugas di LPSK pun juga tak terlepas dari isu antikorupsi dan pencucian uang, hanya saja fokusnya pada perlindungan saksi pelapor dan korban.
"Tapi buat saya kan aktivisme itu kan bukan pekerjaan, itu bagian dari upaya pengabdian kepada bangsa negara dan kepentingan masyarakat. Sehingga nilai-nilai integriras antikorupsi akan melekat ke mana pun saya pergi, akan saya perjuangkan," kata Tama.
Tama terakhir kali menjabat sebagai Ketua Divisi Korupsi Politik di ICW. Pada 2010, ia diserang empat orang tak dikenal di Jalan Duren Sawit Tiga, Jakarta Selatan. Saat itu ia bersama rekannya, Khaddafi, dalam perjalanan pulang menonton pertandingan Piala Dunia. Tama mengalami luka bacok dan memar serius di tubuhnya. Serangan terhadap Tama diduga terkait dengan laporannya ke KPK soal rekening mencurigakan sejumlah perwira Polri.