TEMPO.CO, Jakarta - Majelis Wali Amanat Universitas Sumatera Utara (USU) melantik Muryanto Amin menjadi Rektor USU Periode 2021-2026 di Kantor Kemendikbud RI Jakarta, Kamis, 28 Januari 2021.
Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbud, Nizam menyebut, Muryanto dilantik usai dinyatakan tidak terbukti melakukan plagiat.
"Setelah dilakukan kajian, apa yang dilakukan Pak Muryanto tidak bisa dikategorikan sebagai plagiasi," ujar Nizam dalam konferensi pers, Kamis, 28 Januari 2021.
Sebelumnya Rektor USU Runtung Sitepu mengeluarkan Surat Keputusan Nomor: 82/UN5.1.R/SK/KPM/2021 yang berisi penjatuhan sanksi pelanggaran norma etika akademik/etika keilmuan dan moral civitas akademika kepada Muryanto Amin dalam kasus plagiarisme.
Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik itu diduga melakukan praktek self - plagiarism atau auto plagiasi artikel berjudul: A New Patronage Networks of Pemuda Pancasila in Governor Election of North Sumatra, yang dipublikasikan pada jurnal Man in India, yang terbit pada September 2017. Hal ini terjadi saat kenaikan pangkat dari Lektor Kepala menjadi Guru Besar.
Baca juga: Gubernur Sumut dan 9 MWA Tak Hadiri Pelantikan Rektor USU
Runtung dalam suratnya mengatakan, karena terbukti secara sah dan meyakinkan dengan sengaja dan berulang melakukan perbuatan plagiarisme dalam bentuk self-plagiarisme atau autoplagiasi (plagiasi diri sendiri), maka ada sanksi melanggar etika keilmuan dan moral civitas akademik. Akibat sengkarut tersebut, Muryanto semula terancam tidak bisa dilantik menjadi rektor.
Terkait kasus ini, ujar Nizam, Kemendikbud melakukan pendalaman dengan membentuk tim review independen yang berasal dari UI, UGM, Unnes. Dari kajian yang dilakukan, ujar dia, Muryanto dinyatakan tidak memenuhi unsur-unsur plagiasi sebagaimana diatur dalam Permendiknas No.17 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Plagiat di Perguruan Tinggi.
Pengertian plagiat menurut Pasal 1 angka 1a Permendiknas 17/2010 adalah perbuatan secara sengaja atau tidak sengaja dalam memperoleh atau mencoba memperoleh kredit atau nilai untuk suatu karya ilmiah, dengan mengutip sebagian atau seluruh karya dan/atau karya ilmiah pihak
lain yang diakui sebagai karya ilmiahnya, tanpa menyatakan sumber secara tepat dan memadai.
Dalam kasus Muryanto, lanjut Nizam, yang terjadi adalah penerbitan ulang atas suatu karya. "Kalau kita menerbitkan publikasi itu pada suatu jurnal dan copyright-nya kita serahkan pada penerbit tersebut, kemudian kita mempublikasikan lagi ke penerbit yang lain, itu ada pelanggaran Dalam kasus Pak Muryanto, ternyata publikasi dilakukan dengan prinsip open acsess. Artinya, hak ciptanya masih ada pada penulis, jadi tidak ada pelanggaran copyright," ujarnya.
"Selain itu, ditemukan fakta sebetulnya Pak Muryanto sudah menarik publikasi yang ganda tadi. Jadi penulis kan kadang-kadang dalam menerbitkan karya itu mengirim ke beberapa publisher. Dalam hal ini dua-duanya terbit, tapi satu sudah dicabut," lanjutnya.
Sehingga, ujar Nizam, dalam kasus ini Muryanto terbukti tidak bersalah dan Surat Keputusan Nomor: 82/UN5.1.R/SK/KPM/2021 yang dikeluarkan Runtung Sitepu (Rektor USU sebelumnya) dinyatakan tidak berdasar.
"Tidak ada dasar penjatuhan sanksi (terhadap Rektor USU Muryanto), karena sekali lagi, yang dilakukan bukan plagiasi," ujarnya.