TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Kongres Beasiswa Indonesia, Sri Nurhidayah mengatakan pada mulanya, beasiswa berperan sebagai pijakan putra-putri tanah air yang membutuhkan bantuan dana agar bisa bersekolah dengan baik. "Namun kini beasiswa juga diberikan sebagai apresiasi pencapaian prestasi siswa," katanya dalam acara Kongres Beasiswa Indonesia yang digelar secara daring oleh Indonesia Scholarship Center (ISC) bersama Lembaga Beasiswa Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) pada 20 dan 21 Januari 2021 secara daring melalui YouTube BAZNAS TV.
Sri mengatakan saat ini muncul beberapa tantangan terkait beasiswa sebagai bentuk apresiasi. Misalnya saja tentang penggunaan dana bantuan yang malah digunakan di luar kepentingan pendidikan. Salah satunya mengenai dugaan penggunaan dana beasiswa untuk kehidupan sehari-hari bahkan hiburan, liburan, dan aksesoris gaya hidup kekinian. Kegiatan kongres beasiswa Indonesia diharapkan dapat merumuskan dan mengembangkan kode etik beasiswa yang disepakati bersama para lembaga filantropi dan dijalankan secara disiplin oleh para penerima beasiswa. "Hal yang harus diingat oleh para penerima beasiswa, terutama mereka yang mendapatkan beasiswa dari program lembaga-lembaga dalam negeri adalah dana beasiswa mereka berasal dari dana patungan rakyat seluruh Indonesia. Bahkan, uang dari swasta sejatinya juga uang dari rakyat, melalui jalur-jalur komersial yang juga didapat dari uang rakyat," ujar Sri yang juga menjabat sebagai kepala Lembaga Beasiswa BAZNAS (LBB) itu.
Baca: Proses Pengajuan Beasiswa Australia Awards Indonesia Bagi Pelamar Disabilitas
Tantangan penyaluran beasiswa pun disampaikan oleh Didin N. Hidayat selaku Direktur Eksekutif Indonesia Scholarship Center. Ia mengatakan ada beberapa fenomena penipuan yang dilakukan dengan modus menggunakan gimmick beasiswa. Modus ini biasanya mengatasnamakan program beasiswa untuk mendapatkan keuntungan dengan cara memungut biaya dalam proses pendaftaran. Modus penipuan lainnya dilakukan beberapa oknum agen perjalanan wisata yang meminta sejumlah uang dengan kedok beasiswa program pertukaran pelajar ke luar negeri.
Selain itu, isu pemberian beasiswa yang tidak merata juga jadi sorotan. Padahal sejatinya, beasiswa adalah hak seluruh orang yang membutuhkan. "Melalui kongres Beasiswa Indonesia ke-1, kami mendorong para lembaga filantropi untuk terus senantiasa menjaga dan menyempurnakan best practices tata kelola beasiswa mulai dari penggalangan dana, mobilisasi dana, proses tahapan dan seleksi, hingga penyaluran beasiswa, serta mendorong peran aktif pemerintah dalam melakukan pengawasan terhadap lembaga-lembaga beasiswa di Indonesia," kata Didin.
Baca Juga:
Didin pun menyarankan untuk memberikan legalitas atau izin dari pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan atau Dinas Pendidikan setempat untuk pelaksanaan program-program beasiswa yang ada di Indonesia. "Sehingga ekosistem beasiswa Indonesia dapat terkelola dengan baik.
Lalu dalam kaitannya dengan mekanisme penyaluran beasiswa, pemerintah Indonesia memiliki 2 mekanisme yang digunakan. Mekanisme pertama bertujuan untuk pemerataan akses (afirmasi), hal ini berkaitan dengan kemiskinan dan daerah terpencil. Ini sesuai dengan prinsip bahwa pendidikan adalah hak seluruh warga dan prinsip pemerataan pendidikan. Mekanisme yang kedua bertujuan untuk peningkatan mutu, hal ini berkaitan dengan keunggulan fisik, talenta diri, keunggulan IQ, dan berbagai keunggulan personal lainnya.
Didin berharap pemerataan informasi dan kesempatan beasiswa dapat terwujud untuk semua anak bangsa di seluruh penjuru Indonesia. Hal ini demi mendapatkan pendidikan yang baik di dalam maupun luar negeri. "Karena beasiswa merupakan Hak setiap orang yang membutuhkan dan berusaha lebih. Melalui kegiatan Kongres Beasiswa Indonesia ke-1 ini, data lembaga pengelola beasiswa akan dikumpulkan dan disusun dalam sebuah Katalog Beasiswa Indonesia dan portal informasi Scholarship Data Center yang bisa diakses oleh masyarakat di seluruh Indonesia secara gratis melalui website www.scholarshipcenter.id," kata Didin.