TEMPO.CO, Jakarta - Ada beberapa berita terpopuler dan menjadi sorotan selama sepekan terakhir. Yang pertama adalah soal terpilihnya Komisaris Jenderal Listyo Sigit sebagai Kepala Kepolisian RI atau Kapolri.
Rapat paripurna DPR pada Kamis, 21 Januari 2021, menyetujui Sigit sebagai Kapolri menggantikan Jenderal Idham Azis. Sehari sebelumnya, Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri ini sudah menjalani uji kelayakan dan kepatutan di Komisi Hukum DPR.
Dalam uji kelayakan ini, Sigit menjadi sorotan karena menyebut mendukung rencana menghidupkan kembali pasukan pengamanan masyarakat atau Pam Swakarsa.
Baca: Ini Alasan Listyo Sigit Ingin Aktifkan Kembali Pam Swakarsa
"Tentunya ke depan Pam swakarsa harus lebih diperan aktifkan dalam mewujudkan harkamtibmas," kata Sigit saat fit and proper test di Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat, Rabu, 20 Januari 2021.
Nantinya, kata Sigit, Pam Swakarsa juga akan diintegrasikan dengan perkembangan teknologi informasi dan fasilitas-fasilitas yang ada di Polri.
Rencana ini menuai kecaman dari koalisi masyarakat. Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengingatkan ada masalah celah hukum dan potensi kekerasan dari dihidupkannya Pam Swakarsa lagi.
"Tahun lalu kami sudah keluarkan respons terkait Pam Swakarsa dan ini tidak banyak berubah. Ada banyak problem terkait celah hukum dan juga potensi kekerasan yang mungkin timbul," kata Peneliti KontraS Danu kepada Tempo, Rabu, 20 Januari 2021.
Danu mengatakan Kepolisian tak memiliki aturan jelas ihwal kualifikasi organisasi seperti apa yang dapat ditetapkan sebagai Pam Swakarsa. Polri juga dinilai mendapat diskresi terlalu besar dalam mengangkat organisasi masyarakat atau perkumpulan lainnya menjadi Pam Swakarsa.
Berita lainnya yang menjadi perbincangan adalah komentar Presiden Joko Widodo atau Jokowi soal penyebab banjir di Kalimantan Selatan.
Jokowi mengatakan tingginya curah hujan, terjadi hampir selama 10 hari berturut-turut, yang menyebabkan banjir Kalsel. Menurut dia, daya tampung Sungai Barito yang biasanya menampung 230 juta meter kubik meluap, hingga air sebanyak 2,1 miliar kubik membanjiri 10 kabupaten dan kota di Kalimantan Selatan.
"Ini adalah sebuah banjir besar yang mungkin sudah lebih dari 50 tahun tidak terjadi di provinsi Kalimantan Selatan," kata Jokowi dari atas Jembatan Mataraman, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, Senin, 18 Januari 2021.
Ia mengatakan kedatangan ke lokasi banjir untuk memastikan kerusakan infrastruktur, seperti Jembatan Mataraman yang juga ikut rusak. "Saya sudah minta Pak Menteri PU agar dalam 3-4 hari ini bisa diselesaikan sehingga mobilitas distribusi barang tidak terganggu," kata Jokowi.
Baca: Jokowi: Ini Banjir Terbesar di Kalimantan Selatan Sejak 50 Tahun
Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalimantan Selatan Kisworo Dwi Cahyono meminta Presiden Jokowi tidak menyalahkan curah hujan sebagai penyebab banjir Kalsel. "Kalau hanya menyalahkan hujan mending enggak usah ke sini," kata Kisworo kepada Tempo, Senin, 18 Januari 2021.
Kisworo menilai kedatangan Jokowi ke lokasi banjir Kalsel semestinya menjadi momen untuk berani memanggil pemilik perusahaan tambang, sawit, hutan tanaman industri (HTI), dan hak pengusahaan hutan (HPH). "Dan kita dialog terbuka di hadapan rakyat dan organisasi masyarakat sipil," ujarnya.
Selain soal Kapolri Listyo Sigit dan komentar Jokowi soal banjir Kalsel, berita lain yang membetot perhatian masyarakat adalah soal tim pengacara FPI yang melaporkan insiden kematian enam anggota laskar ke pengadilan internasional atau International Criminal Court (ICC).Hariadi mengatakan, sudah menghitung konsekuensi bahwa Indonesia bukan bagian statuta Roma. Sehingga, mereka membawa perkara ini lewat negara lain.
"Itu tidak kami khawatirkan karena sebelum kita melangkah ke proses di ICC, negara yang memang adalah pihak sudah kita kondisikan dengan baik," kata Hariadi, saat dikonfirmasi, Jumat, 22 Januari 2021.
Namun, Guru Besar Hukum Internasional Hikmahanto Juwana, mengaku tak yakin mekanisme ini bisa diterapkan dalam kasus kematian enam anggota Laskar. Pasalnya, merujuk pada Pasal 14 Statuta dari ICC, ia mengatakan hanya negara peserta yang dapat mengajukan pelaporan.
Hikmahanto mengatakan memang ada kasus Myanmar yang bukan anggota, tapi diadukan Bangladesh terkait isu Rohingya. Namun konteksnya, saat itu banyak etnis Rohingya yang ada di Bangladesh. Pelaporan serupa, dinilai Hikmahanto tak dapat diterapkan dalam kasus kematian enam laskar FPI ini. "Menurut saya tidak (bisa diterapkan). Karena tidak ada irisan dengan negara lain," kata dia.
Demikian berita terpopuler yang dirangkum redaksi kanal Nasional Tempo.co selama sepekan terakhir. Simak perkembangan politik terkini di kanal Nasional Tempo.co