TEMPO.CO, Jakarta - Nama Herman Hery ikut terseret dalam kasus dugaan korupsi pengadaan bantuan sosial atau bansos Covid-19. Ketua Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) itu diduga meminjam bendera sejumlah perusahaan untuk memperoleh kuota pengadaan bantuan kebutuhan pokok.
Sejumlah perusahaan-perusahaan yang terafiliasi dengan Herman, mendapat kuota pengadaan bansos sebanyak 7,6 juta paket senilai Rp 2,1 triliun. Setelah sejumlah perusahaan itu menerima anggaran, mereka kemudian mentransfer sebagian besar uangnya ke rekening PT Dwimukti Graha Elektrindo, perusahaan milik Herman.
Pelaksana Tugas Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupso (KPK) Ali Fikri memastikan akan memanggil siapapun yang diduga mengetahui rangkaian perkara ini sebagai saksi.
"Kami memastikan siapapun yang diduga mengetahui rangkaian peristiwa perkara ini tentu akan kami panggil sebagai saksi," ujar Ali saat dihubungi pada Kamis, 21 Januari 2021. Meski begitu, Ali menegaskan bahwa pemanggilan seseorang sebagai saksi dalam penyelesaian perkara karena ada kebutuhan penyidikan.
Sementara itu, Herman Hery membenarkan bahwa PT Dwimukti Graha Elektrindo menjalin kontrak dengan PT Anomali Lumbung Artha, salah satu penyedia bansos Covid-19. Namun, ia mengklaim kontrak itu semata-mata urusan bisnis. "Kalau dirasa memang ada yang dilanggar, kan sudah diperiksa KPK, Dwimukti sudah digeledah juga," kata Herman.
Dalam perkara ini, KPK menetapkan Juliari Batubara, eks Menteri Sosial beserta dua pejabat pembuat komitmen bernama Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono, dan dua pengusaha Harry van Sidabukke dan Aridan Iskandar menjadi tersangka.
KPK menduga Juliari Batubara menyunat Rp 10.000 dari tiap paket pengadaan Bansos Covid-19 seharga Rp 300.000. Total dana yang diduga telah diterima sebanyak Rp 17 miliar.
Baca juga: KPK Periksa Komisaris Perusahaan Rekanan Pengadaan Bansos Covid-19
ANDITA RAHMA | BUDIARTI UTAMI PUTRI | ROBBY IRFANY | AVIT HIDAYAT