TEMPO.CO, Jakarta - Majelis Ulama Indonesia (MUI) tak akan mengeluarkan fatwa terkait kehalalan Vaksin Covid-19 buatan Sinovac Biotech, sebelum ada izin penggunaan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
"Tidak lama setelah Badan POM mengumumkan, kita akan mengumumkan rilis kita, sikap kita (terkait kehalalan vaksin)," ujar Ketua Bidang Halal MUI Sholahuddin Al Aiyubi, saat dihubungi Tempo, Selasa, 5 Januari 2021.
Saat ini BPOM masih menunggu hasil uji klinis terakhir yang dilaksanakan Universitas Padjajaran, Bandung, Jawa Barat. Setelah kualitas dan efektivitas dari vaksin itu teruji, BPOM akan mengeluarkan emergency use of authorization (EUA) dan izin edar vaksin buatan perusahaan farmasi asal Cina tersebut.
"Karena apa yang diumumkan oleh Badan POM itu adalah aspek kethoyibban. MUI aspek kehalalan. Dalam masalah hal ini, halalan thoyyiban itu tak bisa dipisahkan," kata Sholahuddin.
MUI mengatakan sudah menuntaskan kajian terkait kehalalan vaksin Sinovac tersebut. Pada Agustus 2020, dua orang anggota tim dari MUI pergi ke pabrik Sinovac Biotech di Cina. MUI juga telah meninjau Bio Farma sebagai perusahaan produsen vaksin yang berada di Indonesia.
"(Hasil audit) akan dibahas di Komisi Fatwa. Tapi informasinya sudah lengkap dan kita siap untuk melakukan itu (mengumumkan status kehalalan vaksin)," kata Sholahuddin.
Pemerintah telah mengumumkan program vaksinasi akan dimulai pada pekan depan. Presiden Joko Widodo akan menjadi salah satu penerima vaksin pertama pada 13 Januari 2021 mendatang.
Sebanyak 700 ribu dosis vaksin Sinovac juga telah mulai disebar pemerintah ke 34 Provinsi di Indonesia sejak Senin lalu. Ini merupakan distribusi gelombang pertama yang diprioritaskan bagi tenaga kesehatan di seluruh Indonesia. Setelah itu, direncanakan distribusi akan terus dilakukan secara bertahap dan vaksinasi berlangsung selama 15 bulan ke depan.